Jakarta (ANTARA News) - Pihak Departemen Luar Negeri (Deplu) dan Departemen Pertahanan (Dephan) seharusnya meningkatkan sinergi untuk mampu secara cepat memonitor gerak-gerik orang-orang Indonesia yang mengaku sebagai rekanan TNI atau pebisnis peralatan senjata di luar negeri, terutama di Amerika Serikat (AS). Dua anggota Komisi I DPR RI, Andi Ghalib (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan/PPP) dan Boy WW Saul (Fraksi Partai Demokrat/PD), mengatakan hal itu di Jakarta, Senin, menanggapi usulan berbagai anggota masyarakat, agar Pemerintah RI dengan AS perlu bekerjasama lebih efektif guna mengatasi keterlibatan oknum tertentu dari Indonesia dalam sindikat perdagangan senjata ilegal. "Deplu dan Dephan harus pro-aktif memonitor, terutama terhadap orang-orang yang mengaku atau mengatasnamakan dirinya sebagai rekanan TNI," kata Boy Saul. Dikatakannya, perlu pula ditingkatakan pertukaran informasi di antara Pemerintah RI dan AS dengan memanfaatkan Atase Pertahanan masing-masing. "Jangan nanti sudah ada yang ketangkap baru kebakaran jenggot," ujarnya. Sementara itu, Andi Ghalib meminta dua institusi berkompeten itu tidak selalu menunggu bola. "Harus selalu peka dan waspada agar kejadian tertangkapnya WNI yang dituduh terlibat perdagangan senjata ilegal itu tidak terulang di kemudian hari," kata mantan Jaksa Agung RI tersebut. Dikatakannya, peningkatan koordinasi antar instansi berwenang dari kedua negara sangat penting, karena perdagangan senjata tergolong pekerjaan sangat membahayakan. "Kita sudah punya pengalaman koordinasi dan ada aturan-aturan kerjasama internasional yang sudah standar. Sebab, perdagangan senjata itu tergolong pekerjaan berbahaya. Yang berlangsung ilegal itu lebih berbahaya lagi, sama dengan ancaman teroris dan perdagangan narkotika. Ini sudah merupakan suatu kewajiban untuk dimonitor, diawasi dan ditindak oleh semua negara," kata Andi Ghalib, yang juga Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006