Mataram (ANTARA News) - Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nusa Tenggara Barat (NTB) Ir. Miadi Said menyatakan bahwa kualitas hutan di daerahnya sudah sangat memprihatinkan karena lebih dari 20.000 hektar rusak setiap tahunnya, sementara yang bisa dihijaukan kembali hanya 5-6 ribu hektar saja. "Jadi upaya apa saja yang kita lakukan tidak bisa menutupi tingkat kerusakan hutan tersebut," katanya kepada wartawan di Mataram, Selasa. Selain penghijauan juga dilakukan melalui proyek Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan), namun juga tidak mungkin bisa mengatasi tingkat kerusakan hutan tersebut, sebagai akibat perambahan hutan dan peladangan liar. Kerusakan hutan dapat mencemari lingkungan hidup termasuk pengurangan debit air dan sumber mata air, sebelumnya terdapat lebih dari 700 sumber mata air, namun kini tinggal sekitar 250 sumber mata air. Luas hutan NTB tercatat 1.071.649 hektar meliputi hutan lindung 447.712 hektar, hutan konservasi 170.290 hektar, hutan produksi 293.560 hektar dan hutan produksi tetap 160.085 hektar. Dia menjelaskan, kerusakan hutan di NTB telah lama menjadi isu lingkungan dan sampai saat ini belum dapat ditangani dengan baik. Penebangan kayu secara liar sampai saat ini juga belum dapat diatasi dengan baik, terlebih lagi ketika suasana krisis ekonomi berkepanjangan. Krisis berkepanjangan telah berdampak kepada munculnya perilaku jalan pintas dengan melakukan penebangan kayu secara ilegal yang mengakibatkan tercemarnya lingkungan hidup, katanya. NTB hingga kini telah berhasil mengembangkan Hutan Kemasyarakatan (HKM) seluas 27.633 hektar, melibatkan lebih dari 2.000 petani. "Pengembangan HKM di NTB dilakukan oleh beberapa kelompok seperti Perum Perhutani Sumbawa, Dinas Kehutanan dan Kelompok Mitra Pengembangan Hutan (KMPH). Pengembangan HKM tersebut dilakukan di kawasan hutan Mongal Lombok Barat sekitar 471 hektar, kawasan hutan Sesaot 235 hektar dan kawasan hutan Sumbawa yang dilakukan Perum Perhutani seluas 26.938 hektar. Pengembangan HKM juga dilakukan dengan bantuan sebuah organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jepang (OECF) seluas 1.500 hektar di Kabupaten Lombok Tengah dengan jumlah petani 1.920 KK. HKM dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan masyarakat terutama yang tinggal disekitar kawasan hutan dengan komposisi tanaman yakni 70 persen kayu-kayuan dan 30 persen tanaman berupa buah-buahan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006