Beirut (ANTARA News) - Perdana Menteri Libanon Fuad Siniora hari Senin menolak seruan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert untuk bertemu membicarakan perdamaian, dengan mengulangi pernyataan bahwa negaranya akan menjadi penandatangan terahir perjanjian dengan negara Yahudi itu. "Perdamaian sejati di Israel menerima prakarsa Arab, yang diungkapkan pangeran (sekarang raja) Abdullah dari Arab Saudi dan disetujui di temu puncak Liga Arab di Beirut," kata pernyataan dari kantor Siniora. "Perdana menteri sudah berbicara lebih dari sekali bahwa Libanon akan menjadi negara Arab terahir, yang menandatangani naskah perjanjian perdamaian dengan Israel," katanya dikutip kantor-kantor berita transnasional. Prakarsa perdamaian Saudi tahun 2002 itu menyatakan semua negara Arab akan mengakui Israel dan menandatangani naskah perdamaian jika negara Yahudi itu mundur dari tanah dudukannya sejak perang Arab-Israel tahun 1967. "Jelas bahwa yang diperlukan dari Israel sebagai bukti keinginannya berdamai ialah penarikan dari wilayah Libanon, yang didudukinya, termasuk tanah pertanian Sheeba dan penerapan sepenuhnya resolusi 1701 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa," katanya. Libanon mendaku perbatasan pertanian Sheeba, tapi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan lahan itu berada di wilayah Suriah, yang diduduki Israel. Langkah tersebut didukung Liga Arab pada temu puncak kelompok tersebut di Beirut tahun 2003. "Saya menyeru Perdana Menteri Libanon Fuad Siniora bertemu dengan saya untuk mewujudkan perdamaian di antara kami dengan Libanon," kata Olmert pada pembukaan sidang parlemen hari Senin. Negara Yahudi itu melancarkan serangan besar terhadap Hizbullah Libanon pada 12 Juli, sesudah pejuang Muslim Syiah itu menawan dua serdadunya dan menewaskan delapan lagi dalam serangan lintas batas. Perang itu berahir 14 Agustus dengan gencatan senjata diperantarai Perserikatan Bangsa-Bangsa, sesudah menewaskan 1.287 orang di Libanon, sebagian besar warga, dan 162 orang di Israel, sebagian besar serdadu. Israel dan Libanon tidak memiliki hubungan resmi sejak negara Yahudi itu berdiri tahun 1948. "Saya memakai kesempatan ini untuk menyeru dari sini perdana menteri Libanon bertemu langsung dengan saya, tidak lewat perantara, untuk mewujudkan perdamaian antara kita dan Libanon," kata Olmert pada pembukaan sidang musim dingin Knesset. Ia menambahkan bahwa ia mengetahui Siniora menghadapi kesulitan di dalam dan luar negeri, sementara Israel dapat menjadi "mitra alamiah dan sejati" bagi pemerintah Libanon, yang menginginkan perdamaian. Itu merupakan pidato pertama Olmert di parlemen sejak balatentara Israel ditarik dari wilayah Libanon selatan, yang didudukinya dalam perang sengit 33 hari melawan gerilyawan pejuang Hizbullah pada musim panas. Israel menghancurkan sejumlah tempat penting di Libanon, terutama di bagian selatan, dan kehilangan lebih dari 100 serdadunya akibat tembakan roket Katyusha Hizbullah ke Israel utara. Angkatan Laut Italia hari Minggu menyerahkan kepada Jerman komando pasukan laut Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang bertugas menyergap kapal pembawa senjata di sepanjang garis pantai Libanon setelah gencatan senjata itu. Laksamana Italia Giuseppe De Giorgi menyerahkan komando pasukan itu kepada Laksamana Jerman Andreas Krause dalam upacara di kapal induk Italia Garibaldi di pelabuhan Beirut. Upacara itu juga dihadiri panglima Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon Mayor Jenderal Alain Pellegrini, yang memuji duta Italia, yang membantu mengahiri blokade Israel, yang melumpuhkan Libanon, sebagai "keberhasilan nyata".(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006