Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dalam waktu dekat akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah Jepang, khususnya di bidang produk pertanian dan perkebunan, menyangkut soal kesepakatan penentuan Bea Masuk (BM) impor dari masing-masing negara. "Paling lambat akhir November, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan menandatangani masalah itu, karena konsepnya sudah lama disiapkan," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Departemen Pertanian, Djoko Said, kepada pers di Jakarta, Selasa malam. Kerjasama itu dalam kerangka Perjanjian kemitraan EPA (Economic Partnership Agreement), karena itu sifatnya lebih lunak dalam arti Jepang harusnya dapat memberikan peluang besar ekspor produk pertanian dari Indonesia. "Kita memang ditawarkan 50 komoditi produk pertanian dan perkebunan utamanya buah-buahan yang akan diberikan BM 0 persen, sementara Jepang hanya meminta lima produk pertanian untuk dibebaskan BM-nya. Tetapi selain lima jenis buah-buahan itu, Jepang juga minta produk lain untuk dibuka," katanya, seraya menambahkan, hal itu-lah yang menjadi salah satu hambatan pembicaraan dari kedua negara. Dari 50 produk pertanian yang diberikan BM 0 persen oleh Jepang antara lain, pisang, jambu, salak dan mangga, katanya. Menjawab pertanyaan, terkait apa saja yang diminta untuk dibuka dan dinaikkan BM-nya, Djoko Said, mengatakan, tidak baik untuk dibuka saat ini karena pemerintah sedang melakukan negosiasi lebih rinci. Tetapi yang pasti Jepang minta ekspor Plywood (kayu lapis) BM akan dinaikkan dan Indonesia merasa keberatan karena ekspor kayu lapis itu bagian dari andalan kita. Selain itu, kemungkinan Jepang juga minta penurunan BM terkait dengan sektor otomotif. "Jepang hanya minta 5 produk pertanian BM-nya diturunkan, tetapi mereka juga minta diluar skema pertanian, katanya. Djoko juga mengatakan, sesungguhnya kerjasama dengan Jepang dalam sekama EPA sudah dibicarakan cukup lama, karena selain bidang pertanian, sebelumnya juga dibicarakan masalah kerja sama bidang investasi. Perdagangan produk pertanian hanya salah satu diantara materi yang dibicarakan dalam skema EPA itu, katanya. Bahkan Lewat EPA, kata Djoko, kerjasama Indonesia-Jepang tak hanya di bidang perdagangan produk pertanian dan investasi, tetapi juga di bidang peningkatan kapasitas sumber daya manusia sampai masalah pelatihan, perpajakan, atau visa yang menjamin kebebasan keluar masuk ke Jepang bagi tenaga kerja Indonesia. "Jadi EPA akan menjadi cikal bakal perdagangan bebas atau free trade area (FTA) yang selama ini kita garap. Tapi, EPA lebih luas karena juga memasukkan kerja sama lain di luar perdagangan" katanya. Djoko juga mengatakan, kerjasama bidang produk pertanian selain dengan Jepang juga dengan China. Dengan China, katanya, relatif lebih mudah karena skema yang digunakan sudah sama dengan yang berlaku di tingkat ASEAN. "Hanya ada beberapa produk China yang standarnya belum masuk dalam HS (harmonized system) hal itu perlu diseragamkan dulu," katanya. Menyangku besaran BM Indonesia dan China tidak ada masalah, karena masing-masing negara mempunyai produk unggulan yang tidak sama. Contoh, apel, pier dan jeruk dari China sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia, karena masing-masing berbeda, maka Indonesia tidak keberatan kalau BM juga 0 persen, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006