bahwa Prabowo yang mengklaim unggul menurut saya adalah dalil yang tidak didukung alat bukti yang memadai"
Jakarta (ANTARA News) - Ahli Tata Hukum Negara dan pengamat politik Indonesia Refly Harun menilai saksi yang dihadirkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tidak memperkuat permohonan selama sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang telah digelar lima kali di Gedung Mahkamah Konstitusi.

"Kita harus starting point dari permohonan. Dan saya kira saksi justru tidak memperkuat permohonan," kata Refly kepada Antara di Jakarta, Rabu.

Menurut Refly, kelemahan keterangan saksi terutama terkait klaim Prabowo-Hatta memenangi Pilpres 2014 jika tidak terdapat pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif dengan perolehan suara untuk pasangan Prabowo-Hatta sebesar 67.139.153 suara (50,25 persen), sedangkan pasangan Jokowi-JK sebanyak 66.435.124 suara (49,74 persen).

"Terutama klaim menang dari Prabowo-Hatta, dinyatakan menang dengan 50,25 persen, dari semua saksi yang diperiksa tidak ada satu pun kemudian bersaksi terutama terkait perubahan angka, perubahan rekapitulasi kenapa yang menang malah Jokowi-JK, rata-rata hanya Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) dan soal Papua," jelas Refly.

"Itu membuktikan bahwa Prabowo yang mengklaim unggul menurut saya adalah dalil yang tidak didukung alat bukti yang memadai," tegasnya.

Ia menambahkan dalil dari permohonan kubu Prabowo-Hatta terkait kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif yang dinilai telah merugikan mereka secara signifikan pun menurut Refly tidak terbukti.

Refli menilai kalau pun dugaan kecurangan yang terjadi di Papua terbukti maka itu lebih bersifat hal-hal administratif bukan termasuk kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Dalil kedua mengenai kecurangan TSM, saya melihat dari semua hal yang dilakukan, mungkin baru Papua yang bisa dinilai dari kecurangan kalau memang terbukti. Sementara yang lain lebih bersifat hal-hal administratif seperti DPT, DPKTB, soal rekomendasi Bawaslu, yang merupakan hal-hal yang tidak bisa dimasukkan dalam kecurangan, apalagi kecurangan TSM," jelas Refly.

"Mengenai Papua, kalau pun di beberapa tempat ada kecurangan, saya meyakini terlokalisir saja di tempat itu, tidak ada kaitan di tempat lain dan tidak ada kaitan ada tuduhan bahwa KPU (Komisi Pemilihan Umum sebagai termohon) melakukan kecurangan TSM. Di Papua kita tidak bisa melihat apa, tidak ada perintah atau ada kecurangan TSM," lanjutnya.

Sedangkan soal pembukaan beberapa kotak suara oleh KPU dan dipermasalahkan oleh kubu Prabowo-Hatta, Refly menilai itu klaim mengada-ngada. Menurutnya aktivitas membuka kotak suara untuk diambil formulir A5, dan C7 oleh KPU sudah berdasarkan izin MK dan secara hukum tidak ada larangan sebelum ada penetapan dari MK.

"Pertemuan Hadar Nafis Gumay (Komisioner KPU) dengan Trimedia Panjaitan (petinggi PDIP) yang dipersoalkan pun menurut saya menggelikan dan tidak relevan. Saya pikir terlalu hebat pertemuan beberapa menit langsung bisa disebut kecurangan TSM," kata Refly.

"Jadi menurut saya sampai posisi hari ini, dalil kubu Prabowo-Hatta bahwa KPU melakukan kecurangan TSM merupakan dalil tidak berdasar sehingga seharusnya permohonan mereka ditolak oleh MK," tambahnya.






Pewarta: Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014