Makkah (ANTARA News) - Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menilai cara berpikir yang mengurangi jumlah petugas haji sebanding dengan pengurangan kuota haji Indonesia tidak tepat karena menyebabkan pelayanan kepada jamaah haji berkurang.

"Itu cara hitung agak sesat," kata Ketua KPHI, Slamet Effendy Yusuf, usai melakukan pertemuan dengan jajaran Kantor Urusan Haji Daerah Kerja Makkah, di Makkah, Jumat.

Seperti diberitakan, kuota haji Indonesia, termasuk juga di dunia, dikurangi sebesar 20 persen sejak tahun 2013. Pengurangan tersebut karena pemerintah Arab Saudi melakukan renovasi dan perluasan Masjidil Haram, sehingga daya tampungnya untuk sementara juga berkurang.

Menurut catatan Kemenag, jumlah kuota jamaah haji tahun ini adalah 168.000 orang yang terdiri dari 155.200 jamaah haji reguler dan 13.600 jamaah haji khusus (dulu ONH Plus). Sementara itu petuga kloter sebanyak 1.855 orang, petugas non kloter 809 orang dan tenaga musim 533 orang.

Slamet Effendy Yusuf mengatakan pengurangan petugas haji juga sebesar 20 persen pada penyelenggaraan haji tahun ini merupakan kebijakan yang tidak tepat. "Ini tidak boleh terjadi," katanya.

Hal itu bisa memperburuk pelayanan. Ia memberi contoh, petuga transportasi di terminal Ghazza hanya dilayani oleh 14 orang yang bekerja selama 24 jam. Mereka dibagi dua shift, padahal yang jamaah banyak. "Tidak memadai tujuh petugas," katanya.

Sebelumnya Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziah mengatakan perlu dilakukan kajian yang serius menyangkut rasio petugas dengan jamaah haji sehingga tercapai angka yang optimal yang dapat melayani jamaah dengan baik.

"Tadi kami juga mendapat laporan mengenai rasio kecukupan petugas dengan jamaah," kata Ida usai rombongan Komisi VII DPR melakukan pembicaraan dengan jajaran Kantor Urusan Haji Indonesia Daerah Kerja Makkah, dua hari lalu.

Ia mengatakan rasio tersebut harus mampu memberikan layanan yang terbaik bagi para jamaah haji. "Jangan sampai ada yang terkurangi pelayanannya," katanya.

Efisiensi, katanya, boleh saja dilakukan namun rasio yang optimal harus diperhatikan. Untuk itu, katanya, perlu ada kajian yang mendalam dan serius mengenai hal itu.(*)

Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014