Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan, pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Amerika Serikat George W Bush di Bogor hanya akan membicarakan persoalan non militer. "Kita memang ingin mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan kerjasama di bidang yang dapat dikategorikan soft power, yaitu kerjasama yang saling menguntungkan di bidang perdagangan, investasi, juga kepentingan kita untuk mendorong pencapaian milenium development goals, pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya," kata Menlu usai sidang kabinet paripurna di kantor Presiden Jakarta, Senin. Menurutnya, dalam pertemuan yang akan dilakukan di Istana Bogor itu, masalah hubungan militer tidak lagi akan dibahas karena masalah ini secara politis sudah selesai. "Kerjasama mil to mil memang secara politis tidak ada masalah, jadi lebih bersifat teknis. Kalau dulu ada embargo, sekarang sudah tidak ada lagi. Jadi tergantung kita punya uang untuk belanja atau tidak, dengan kata lain, secara politis sudah tidak ada keperluan untuk didiskusikan lebih lanjut," katanya. Menlu mengatakan, mengenai waktu kepastian kehadiran Presiden Bush yang diancam akan didemo ribuan orang di Jakarta dan Bogor sampai saat ini masih dibicarakan dengan pihak AS. Sementara tanggal pertemuan pada 20 November yang banyak ditulis oleh sejumlah media belum merupakan tanggal yang pasti. "Kita pada waktunya akan mengumumkan waktunya, karena ini kita masih pada saat pembicaraan-pembicaraaan dengan pihak AS. Persiapan terus kita lakukan untuk menjadi tuan rumah yang baik," katanya. Menlu juga membantah adanya fasilitas yang diistimewakan menjelang kedatangan Bush ini seperti lokasi pertemuan di Istana Bogor dan pembangunan landasan helikopter di lokasi tersebut. "Tidak ada (keistimewaan), bahwa dalam hal persiapan dan pengaturan ada yang diperlukan itu kan disesuaikan situasi saja terutama dengan pengaturan keamanan, yang didasarkan pada perkiraan-perkiraan gangguan atau ancaman," katanya. Setiap tamu negara, lanjutnya memang mendapat perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan derajat ancaman atau gangguan yang diperkirakan akan dialaminya di Indonesia.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006