Makassar (ANTARA News) - Kunjungan Presiden Amerika Serikat, George Walker Bush, ke Indonesia pada 20 November dinilai,tidak akan memberikan dampak positif, apalagi keuntungan terhadap,bangsa Indonesia. Pengamat politik dari Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar, Prof. Dr. Muin Salim, mengatakan di Makassar, Rabu, niat negara adidaya itu untuk tetap menjalin hubungan bilateral dengan Indonesia hanya akan menguntungkan Amerika Serikat saja. "Kunjungan itu tidak memberikan manfaat sama sekali kepada bangsa ini, tetapi sebaliknya memberikan keuntungan kepada negara adidaya tersebut," ujarnya. Alasannya, lanjut Muin, AS memiliki peran dan kebijakan ganda seperti pada masalah HAM dan terorisme. Dia memberi contoh, negara adikuasa tersebut membiarkan berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan Israel di Timur Tengah, namun mereka tidak pernah menunjukkan "taringnya" memberikan sanksi tegas terhadap negara Zionis tersebut. "Kita khawatir, jangan sampai penegakan HAM yang diperjuangkan Indonesia tidak sesuai dengan kebenaran yang diharapkan Amerika, karena sikap ganda AS yang menganggap bahwa Indonesia sarang teroris," ujarnya. Ia mengatakan seandainya terjadi apa-apa terhadap Bush selama berada di Indonesia, maka cap sebagai negara teroris yang dituduhkan Amerika kepada Indonesia akan semakin memperkuat status tersebut bahwa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam itu adalah teroris. Hal senada dikatakan Sekretaris Majelis Syuro Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) Sulsel, Sirajuddin, bahwa kedatangan Bush merupakan ancaman bagi bangsa Indonesia, mengingat negara ini berpenduduk mayoritas Muslim. Sirajuddin menilai kunjungan Bush ke Indonesia bertujuan untuk mengamati dan mencari penjelasan atau informasi lebih mendalam mengenai kondisi Indonesia, termasuk gerakan-gerakan aktivis Islam di beberapa wilayah Indonesia yang getol menegakkan Syariat Islam. "Amerika itu tidak ingin melihat Indonesia maju, misalnya dari sektor perekonomian," jelas Sirajuddin, seraya menambahkan bahwa bila Indonesia mampu menjadi negara yang mandiri dan perekonomiannya berkembang pesat, maka rakyat Indonesia sendiri yang akan mengelola semua sumber daya alam (pertambangan) yang dimiliki bangsa ini. Sebab selama ini, lanjut Sirajuddin, beberapa sumber daya alam Indonesia yang vital dikelola olkeh perusahaan-perusahaan asing asing, seperti Freeport di Timika, Papua. Selain itu, kemajuan perekonomian Indonesia juga tentu akan membuat Amerika Serikat bergerak kurang leluasa untuk memasarkan produk-produknya di Indonesia. (*)

Copyright © ANTARA 2006