Bengkulu (ANTARA News) - Populasi tapir di Propinsi Bengkulu saat ini lebih dari 100 ekor, jauh lebih baik dibanding populasi badak dan harimau sumatra yang terus menyusut. Tapir-tapir itu hidup dan tersebar di Kabupaten Bengkulu Utara, Muko Muko, dan di sepanjang kawasan Bukit Barisan sampai perbatasan Propinsi Lampung, kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu, Agung Setyabudi, di Bengkulu, Jumat. Menurutnya, keberadaan tapir di Bengkulu relatif aman karena bukan tergolong hewan pengganggu tanaman yang dimusuhi penduduk setempat. Meski keberadaannya di hutan belukar dekat perkebunan masyarakat, tapir yang bentuknya mirip babi hutan itu tidak merusak tanaman masyarakat dan hanya memakan daun-daun pohon di hutan. BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) terus melakukan pengawasan terhadap tapir karena tidak tertutup kemungkinan menjadi sasaran pemburu liar untuk dikonsumsi dagingnya maupun sekedar dikeraskan untuk koleksi. Berbeda dengan tapir, badak dan harimau sumatra selalu menjadi incaran para pemburu karena memiliki nilai tinggi untuk diperjualbelikan dan permintaan akan hewan langka itu sangat tinggi. Badak sumatra, menurut Agung, di Bengkulu diperkirakan hanya tinggal tiga ekor dari 40 hingga 60 ekor populasi pada 1992 dan menurut penelitian Rhino Patroli Unit (RPU) hewan itu ternyata sudah melakukan migrasi ke propinsi tetangga pada 2005 lalu. Mereka lari ke wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Jambi dan Sumatra Selatan (Sumsel) karena terusik oleh aktivitas pemburu di Bengkulu. Tim RPU yang dipercayakan untuk mengamankan badak Bengkulu pada waktu itu dinilai gagal, sehingga dibentuk "Rescue Project" dengan tugas menyelamatkan yang masih tersisa. Para pemburu memburu badak sumatra untuk diambil culanya yang di pasaran dihargai Rp15 juta per kilogramnya dan bobot cula badak dewasa berkisar 82 gram.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006