Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi dari Indef, Aviliani menilai, komunitas internasional dalam forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik (APEC) lebih tertarik membahas kepastian perbaikan ekonomi ketimbang mengangkat persoalan korupsi, seperti yang diajukan Indonesia. "Kalau mau mendapatkan respon positif dari forum APEC, dalam kaitan dampaknya terhadap investasi di Indonesia, kemungkinannya kecil," kata Aviliani di Jakarta, Jumat. Komisaris di salah satu bank pemerintah itu mengatakan, yang dibutuhkan investor asing adalah standar-standar pelayanan yang pasti, seperti kepastian usaha, jangka waktu investasi, insentif yang diperoleh dan sebagainya. Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan agenda Indonesia yang mengajukan pemberantasan korupsi agar menjadi komitmen negara-negara anggota kerjasama APEC. Menurut rencana isu korupsi itu akan disampaikan pada KTT APEC 18-19 November di Hanoi, Vietnam. Ia berpendapat, dengan berfokus pada perbaikan ekonomi dengan membuka kesempatan yang luas bagi investasi dengan standar pelayannya yang baku, maka bisa segera diimpelmentasikan. Tidak lagi menjadi sekedar wacana. "Karena tidak ada pegangan yang pasti buat para investor, maka tumbuh suburlah korupsinya," tutur Aviliani Menyinggung latar belakang Indonesia membawa isu pemberantasan korupsi ke APEC adalah untuk memudahkan penangkapan koruptor menggalang kerjasama secara multilateral, dan bukan lagi bilateral, ia mengatakan, tetap tidak akan berpengaruh banyak. Menurut Menlu Hassan Wirayuda, pertimbangan mengangkat isu korupsi, karena pemberantasan korupsi tidak bisa lagi diselesiakan hanya melalui kerjasama bilateral. Selama ini Indonesia kesulitan memulangkan para koruptor yang kabur ke negara lain, karena tidak punya kerjasama ekstradisi, seperti RI-Singapura. Dengan penggalangan kerjasama dengan banyak negara diharapkan pemberantasan korupsi dapat lebih maksimal. "Tidak ada pengaruhnya. Patut diingat, Singapura masih lebih diperhitungkan ketimbang Indonesia. Apalagi kalau diingat secara ekonomi, Singapura sudah merasuki pilar perekonomian Indonesia," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006