Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, pekan depan, diprediksi masih dalam kisaran antara Rp9.050 dan Rp9.150 per dollar AS, karena pelaku pasar tak terlalu merisaukan munculnya gejolak dengan adanya unjukrasa menjelang kedatangan Presiden AS George Bush ke Indonesia. Pengamat pasar uang Farial Anwar di Jakarta, akhir pekan ini, mengatakan kedatangan Bush ke Indonesia diperkirakan menimbulkan aksi demo besar, namun kalau gejolak itu menekan rupiah baru mengkhawatirkan bila menembus level Rp9.300 per dolar AS. "Namun pada pekan depan menjelang kedatangan Bush, aksi demo belum akan besar dan diperkirakan berlangsung damai. Karena itu, rupiah akan berfluktuasi rendah saja," katanya. Mengenai terjadinya ledakan bom berdaya ledak rendah di kawasan Kramat Jati pada Sabtu, ia memperkirakan hanya sedikit mempengaruhi investor. Apalagi bila pihak keamanan cepat menanggulanginya, gejolak rupiah tidak akan terjadi. Presiden Bush direncanakan berkunjung ke Indonesia pada Senin (20/11) setelah mengikuti KTT APEC di Hanoi, Vietnam. Rupiah selama pekan ini, kata Farial, masih relatif stabil antara Rp9.100 hingga Rp9.150 per dolar AS, meski BI Rate telah menurunkan bunganya sebanyak enam kali atau sebesar 250 basis poin. Kondisi tersebut didukung kinerja makro Indonesia yang membaik seiring makin aktifnya perbankan menyalurkan kredit. Selain itu, kondisi pasar modal Jakarta yang membaik membuat arus rupiah masuk kuat dan pergerakan indeks BEJ berpeluang mencapai 1.700 poin. Rupiah awal pekan ini mulai bergerak pada posisi Rp9.110/9.125, kemudian Selasa merosot menjadi Rp9.130/9.130 per dolar AS. Hari berikutnya naik menjadi Rp9.107/9.110, namun pada Kamis melemah menjadi 9.119,5/9.120, dan akhir pekan naik menjadi Rp9.108/9.110 per dolar AS. "Melemahnya dolar AS pekan ini di pasar regional terpengaruh oleh rencana bank sentral China yang akan melakukan diversifikasi cadangan devisanya dengan melepas dolar AS," katanya. Cadangan devisa yang dimiliki China saat ini hampir mencapai sekitar 1 triliun dolar AS. (*)

Copyright © ANTARA 2006