Mangupura (ANTARA News) - Para pelaku pariwisata di Bali mulai resah terkait rencana melarang pemerintah pusat maupun daerah menggelar pertemuan atau rapat di hotel.

"Kegiatan yang digelar oleh lembaga pemerintahan selama ini sangat membantu menggeliatkan jumlah tingkat hunian kamar hotel di Pulau Dewata," kata Anggota Komisi IV DPRD Bali I Wayan Rawan Atmaja di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan, Presiden Jokowi dalam waktu dekat akan merancang terbitnya Inpres atau Instruksi Presiden yang melarang seluruh kegiatan pertemuan atau rapat digelar oleh pegawai negeri sipil maupun lembaga pemerintah dari pusat hingga daerah di hotel.

Kebijakan tersebut sekilas sangat positif untuk mengurangi beban anggaran negara, namun di satu sisi juga akan berimbas terhadap perputaran laju ekonomi, terutama di wilayah destinasi pariwisata seperti di Bali.

Menurut anggota Komisi IV DPRD Bali yang terlibat di sektor pariwisata menilai kebijakan tersebut sangat baik namun bisa mengancam menurunkan jumlah tingkat hunian hotel terutama di Bali.

Kini saja sudah terjadi perang tarif kamar untuk merebut tamu yang menginap, apalagi akan diberlakukan kebijakan tersebut, katanya.

I Wayan Rawan Atmaja, seorang tokoh asal Nusa Dua, Kabupaten Badung itu menambahkan, tidak semua kantor pemerintah khususnya di daerah yang memiliki fasilitas memadai jika kegiatan rapat di hotel dilarang.

Salah seorang pelaku pariwisata, Ketut Arya Budi Giri mengaku jika kebijakan tersebut berlaku setidaknya akan berdampak bagi pariwisiata Bali, terutama akibat menurunnya jumlah tingkat hunian hotel.

Dampak lanjuta adalah menurunkan pendapatan perkapita dan pendapat masyarakat khususnya di Bali.

Sebelum kebijakan tersebut dibuatkan Inpres Presiden diharapkan terlebih dahulu dikaji secara matang. Apalagi sebagian besar hotel yang berdiri di Bali juga banyak yang mengandalkan kegiatan yang dilaksanakan oleh para pegawai pelat merah tersebut, tuturnya.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014