Brisbane (ANTARA News) - "Tuntutlah Ilmu hingga ke Negeri China." Peribahasa itu cukup populer bagi publik Indonesia untuk menggambarkan bahwa belajar tidak mengenal batas waktu dan tempat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sungguh-sungguh menerapkan peribahasa itu, terbang ke Tiongkok untuk mempelajari resep kemajuan pesat Negeri Tirai Bambu.

Di hadapan sekitar 250 warga Indonesia yang tinggal di Brisbane, Presiden yang Jumat (14/11) malam mengenakan kemeja batik lengan panjang berwarna coklat mengatakan bahwa di sela lawatannya ke Tiongkok, ia mencari tahu rahasia kesuksesan Tiongkok.

Tak memiliki cukup waktu untuk menanyakan resep rahasia itu pada Presiden Xi Jinping saat Pertemuan Puncak Forum Kerja Sama Asia Pasifik (APEC), Presiden Jokowi kemudian memperoleh kesempatan untuk menyampaikan pertanyaannya pada saat jamuan santap malam.

"Saya tanya, waktu di meeting kan tidak bisa tanya-tanya ke Presiden Xi Jinping, saat makan malam kan saya jejer (berdampingan) lagi, saya tanya, Presiden Xi, kenapa Tiongkok bisa meloncat seperti ini, padahal dulu tertutup? Beri saya tiga poin saja. Jangan banyak-banyak," katanya yang disambut tawa para tamu undangan yang merupakan perwakilan dari beragam komunitas warga Indonesia di Brisbane.

Resep keberhasilan Presiden Xi, pertama adalah partai yang bersatu. "Ini penting sekali, partai yang harus bersatu, kekuatannya ada di situ. Di Indonesia sulit tapi saya akan mencoba," kata Presiden Jokowi yang menyampaikan pidatonya dari sebuah podium di panggung setinggi 25 sentimeter.

Resep keduanya adalah adanya sebuah gagasan dan rencana besar, suatu visi masa depan yang jelas.

"Ada sebuah gagasan besar, planning besar, rencana besar, itu harus kamu punyai, Tiongkok sudah punya. Gagasan besarnya jelas, visi ke depan jelas, mau ke mana negara. Jangankan tahun depan, lima tahun atau 10 tahun ke depan, rencana 50 tahun ke depan juga telah dipersiapkan," kata Presiden Jokowi.

Ia kemudian mengisahkan perjalanannya saat melihat pelabuhan Tianjin, yang bisa ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit dari Beijing  menggunakan kereta cepat.

"Semua sudah dipersiapkan, Sampai 100 tahun sudah kelihatan semua, tidak ganti presiden, ganti acara. Ganti pemerintahan, ganti acara, rancangan besarnya ada semua, siapa pun presidennya," katanya.

Sekalipun pada akhirnya nanti gaya pelaksanaan rencana besar itu berbeda karena terjadi pergantian pemerintahan, dengan adanya rencana jangka panjang maka tidak akan ada perubahan mendasar.

"Siapa pun presidennya, rencananya dikerjakan terus. Walau style-nya mungkin keroncong, kalau saya kan style-nya rock. Ada yang pop, namun lagunya tetap lagu Indonesia," tuturnya.

Resep kesuksesan Xi yang ketiga, menurut Presiden Jokowi, adalah pembangunan proyek-proyek infrastruktur.

Program infrastruktur yang menghubungkan antara kota atau antar pulau mutlak diperlukan untuk membangun negara yang besar apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan. "Infrastruktur yang menghubungkan, ini kunci dan jangan terlambat," katanya.

Pembangunan infrastruktur yang terlambat tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi namun juga mengakibatkan kerugian yang sangat besar di berbagai bidang.

"Sekali terlambat memutuskan, sekali tidak punya keputusan politik, infrastruktur akan semakin mahal, pembebasan tanah mahal sekali ,harga barang semakin mahal, bayar orang mahal," ujarnya.

Presiden Jokowi, yang sebelum menggelar pertemuan tersebut meninjau pusat pembelajaran teknologi di Queensland University of Technology (QUT), kemudian memaparkan rencana pembangunan MRT yang telah dibuat 26 tahun lalu namun tidak segera dilakukan karena tidak adanya keputusan politik.

"Maju mundur, maju mundur, tidak jadi-jadi. Coba diputuskan 26 tahun lalu, kita sudah punya subway."


Ketergantungan

Terlepas dari upayanya untuk menarik investasi dari Tiongkok, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh tergantung pada satu negara atau dua negara saja.

"Saya juga bisik-bisik ke negara lain," kata Presiden Jokowi, yang malam itu antara lain didampingi Ibu Iriana Joko Widodo yang berkebaya ungu.

Di akhir perjalanannya ke Tiongkok, menurut Presiden, ia mengantongi komitmen Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan Rusia terkait pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Selain mengantongi komitmen politik dari mitranya, Presiden Jokowi juga mengaku menerima keluhan dari para kepala negara-negara itu.

Ia mewadahi keluhan para kepala negara itu dalam empat kelompok yaitu masalah izin yang terlalu lama, pembebasan lahan, ketersediaan energi listrik, dan subsidi bahan bakar minyak.

Untuk mengatasi masalah perizinan Presiden menjanjikan terbentuknya kantor layanan satu atap nasional dalam enam bulan.

Untuk masalah pembebasan lahan ia menyarankan pendekatan yang tepat dan tegas sedangkan untuk masalah energi listrik ia menggarisbawahi keperluan menarik investor bidang energi.

Terkait masalah subsidi bahan bakar minyak, Presiden menjelaskan bahwa subsidi bahan bakar minyak yang dibutuhkan untuk setahun Rp433 triliun. Dana sebesar itu bisa lebih bermanfaat jika digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

"Satu tahun Rp433 triliun. Untuk membangun satu waduk perlu Rp4 miliar, uang sebesar itu bisa untuk membangun seribu waduk sedangkan untuk membuat jaringan rel kereta api dari Sumatra ke Papua sebesar Rp360 triliun. Harus dibandingkan, kalau tidak, kita tidak terbuka," katanya.


12 Nota Kesepahaman

Sebanyak 12 nota kesepahaman antara pengusaha Indonesia dan Tiongkok ditandatangani dalam Forum Bisnis Indonesia - Tiongkok yang diinisiasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pada rangkaian kegiatan APEC 2014 di Beijing.

Nota kesepahaman yang ditandatangani dalam acara yang dihadiri 170 pengusaha Indonesia dan 150 pengusaha Tiongkok tersebut mencakup berbagai sektor seperti logistik, transportasi, pertambangan, energi, industri gula tebu dan kawasan industri.

Penandatanganan nota-nota kesepahaman itu memang belum menjanjikan keuntungan yang nyata bagi rakyat Indonesia sebagaimana yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi bahwa semua kerja sama dengan negara lain hendaknya demi kesejahteraan rakyat.

Namun inisiatif dari sektor swasta untuk menjalin hubungan langsung dengan timpalannya sedikit banyak akan mendorong hubungan baik rakyat kedua negara, suatu dasar utama sebuah kelangsungan kerja sama yang baik.

Dan tentunya itu akan membuka jalan untuk sebuah hubungan yang makin erat dan memberikan hasil yang makin nyata bagi kedua bangsa.

Kesigapan sektor swasta menangkap peluang juga menggarisbawahi keberhasilan pemerintah mengusung peluang-peluang investasi yang nyata, terutama di sektor infrastruktur dan energi. Dan bolehlah publik menanti keampuhan resep Tiongkok itu.


Oleh GNC Aryani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014