Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung hanya akan memproses kasus penghilangan orang secara paksa, apabila DPR telah mengubah penanganan kasus tersebut menjadi reproaktif. "Kan sudah berkali-kali saya bilang, gongnya ada di Senayan (DPR, red) bukan di Gedung Bundar," kata Jaksa Agung, Abdul Rahman Saleh, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, peristiwa penghilangan orang secara paksa tersebut terjadi pada tahun 1997 hingga 1998. Sedangkan undang-undangnya dibuat pada tahun 2000. Dia mengatakan DPR harus membuat keputusan politik dulu bahwa kasus itu reproaktif, sehingga Kejagung bisa memproses kasus penghilangan orang secara paksa. Saat ditanya wartawan, bahwa kasus itu terbagi dua karena antara orang yang sampai sekarang masih hilang dan orang yang sudah ditemukan, Jaksa Agung mengatakan kasus tersebut tidak dapat dipecah karena semuanya adalah kejadian masa lalu. Menurut Jaksa Agung, Kejagung siap memproses kalau DPR mengatakan hal itu pelanggaran HAM berat. "Kita bergerak apabila DPR sudah memutuskan. Mau diapakan aja kita bantu," ujar dia. Sementara itu, minggu lalu pihak Komnas HAM mengatakan akan menganggap kasus ini masih ada, karena sampai saat ini orang yang hilang belum ditemukan. Komnas HAM sempat mengatakan akan menyerahkan hasil penyidikannya kepada Kejagung dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Namun, hingga hari Jumat (17/11), Mantan Direktur HAM Kejagung, Suhartoyo, mengaku belum menerima berkas dari Komnas HAM. (*)

Copyright © ANTARA 2006