Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan dari mantan Menteri Kehutanan era Presiden Abdurrahman Wahid, Nur mahmudi Ismail, terkait penyimpangan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) di wilayah Sumatera. Nur Mahmudi yang datang seorang diri diperiksa sejak pukul 08.00 WIB di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Jumat. Sebelum shalat Jumat, Nur mahmudi menjelaskan materi pemeriksaan yang dijalaninya. Nur Mahmudi yang kini menjabat Walikota Depok mengatakan kasus dugaan penyimpangan prosedur dari proses penerbitan IPK di wilayah Sumatera itu masih dalam tahap penyelidikan oleh KPK. Karena itu, Nur Mahmudi belum mau berkomentar banyak soal kasus tersebut, termasuk menyebutkan di Sumatera bagian mana kasus itu terjadi. "Saya tidak mau berkomentar tepatnya di mana, karena ini kasusnya baru tahap awal sekali. Ini prosesnya baru tingkat penyelidikan," katanya. Ia hanya mengatakan diminta untuk memberikan penjelasan oleh KPK tentang dasar hukum diterbitkannya IPK pada masa jabatannya sebagai Menteri Kehutanan. Menurut Nur Mahmudi, pada masa jabatannya dasar penerbitan IPK adalah SK Menhutbun No 538 Tahun 1999 yang diterbitkan oleh Menteri sebelumnya, Muslimin Nasution. "Itu masih tetap berlaku sampai masa jabatan saya, pejabat yang berwenang untuk keluarkan IPK adalah Kakanwil Departemen Kehutanan di masing-masing provinsi," katanya. Nur Mahmudi mengemukakan ia dimintai keterangan oleh KPK untuk kasus penyalahgunaan IPK yang berbeda dari yang terjadi di Kalimantan Timur dengan terdakwa Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna AF. Namun, ia mengatakan kasus yang terjadi di Sumatera itu mirip dengan yang terjadi di Kalimantan Timur. "Kelihatannya kasus ini mirip dengan yang di Kalimantan Timur. Tetapi saya hanya diminta untuk jelaskan prosedurnya saja," ujarnya. Nur Mahmudi mengatakan IPK yang diterbitkan dalam kasus dugaan penyimpangan prosedur penerbitan IPK di Sumatera itu diterbitkan pada periode 2001 hingga 2005. Namun, oleh KPK, Nur Mahmudi hanya diminta keterangan sebatas pada masa periode jabatannya hingga Maret 2001. Ketika ditanya apakah kasus penyalahgunaan IPK yang tengah diusut KPK adalah kasus yang melibatkan Adelin Lis di daerah Mandailing Natal, yang kini ditangani oleh Polda Sumatera Utara dan disupervisi oleh KPK, Nur Mahmudi mengelak untuk menjawab. "Saya belum tahu. Tetapi, masalah itu saya tidak mau menyebutkan tentang wilayahnya dan apalagi perusahaannya," ujarnya. Nur Mahmudi juga pernah diminta keterangan oleh KPK selama beberapa kali dalam kasus dugaan penyalahgunaan IPK dengan terdakwa Suwarna AF di Kalimantan Timur. (*)

Copyright © ANTARA 2006