Jakarta (ANTARA News) - Indonesia memerlukan sedikitkya 100 unit kapal perintis untuk menjangkau dan mengembangkan transportasi laut di pulau terpencil dan terluar, kata Dirjen Perhubungan Laut Harijogi di Jakarta, Jumat. "Kapal-kapal perintis itu akan dioperasikan untuk menghubungkan `remote area` dengan daerah yang sedang berkembang," katanya setelah meresmikan penyeberangan kapal perintis KM Kasuari Pasifik II di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta ke Manokwari, Irian Jaya Barat. Dengan tingkat produksi lima kapal perintis setiap dua tahun, dia yakin kebutuhan kapal perintis akan tercukupi dalam waktu dua tahun, dengan catatan pihak swasta juga memproduksi dalam jumlah yang mencukupi. Terkait biaya produksi kapal perintis, Harijogi mengatakan hal itu sangat tergantung kapasitas kapal. Kapal 500 Dead Weight Tonnage (DWT) bisa diproduksi dengan estimasi biaya Rp16 miliar. Sedangkan kapal 750 DWT memerlukan biaya produksi sekitar Rp20 miliar. Setelah mencapai angka 100, produksi kapal yang dikhususkan untuk membuka akses ekonomi di lautan terpencil itu seharusnya semakin turun. Hal itu dikarenakan tingkat perekonimian masyarakat yang sudah membaik. "Kalau sudah ada pertumbuhan ekonomi di wilayah terpencil, masyarakat bisa bayar kapal komersil," katanya. Sampai dengan 2006, jaringan trayek angkutan laut perintis secara keseluruhan di Indonesia tercatat 53 trayek yang dilengkapi 52 pelabuhan pangkal dan 354 pelabuhan singgah. Jumlah kapal perintis yang beroperasi di trayek itu adalah 53 unit, terdiri dari kapal pemerintah dan swasta. 41 unit (79 persen) dari jumlah kapal itu melayani angkutan laut di kawasan timur Indonesia. Pada periode yang sama, Ditjen Perhubungan Laut telah membangun 20 unit kapal perintis, 17 diantaranya telah beroperasi untuk menjangkau dan melayani transportasi laut di pulau-pulau terpencil dan terluar di seluruh Indonesia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006