Malang (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur, menetapkan daerah itu sebagai wilayah siaga darurat bencana, baik bencana banjir, tanah longsor, angin langkisau (puting beliung), maupun bencana lainnya, karena musim hujan sudah tiba.

"Tanggap darurat kekeringan sudah dicabut Pak Bupati (Rendra Kresna) per 1 Desember 2014, sekarang dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Siaga Darurat Bencana Banjir, Longsor, dan Angin," kata Kepala BPBD Kabupaten Malang Hafi Lutfie, Selasa.

Ia menegaskan bahwa status siaga tersebut berlaku mulai 1--31 Desember 2014. Adapun sejumlah instansi yang dilibatkan, di antaranya PMI, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, PDAM, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Jika potensi bencana melebihi dari yang diperkirakan, kata Hafi Lutfie, Bupati Rendra Kresna akan langsung mencabut SK Siaga Darurat Banjir tersebut dan menerbitkan SK Kedaruratan.

Sejumlah wilayah yang berpotensi besar terhadap bencana banjir, tanah longsor, dan angin langkisau itu, antara lain Kecamatan Ngantang, Pujon, dan Kasembon (wilayah Malang barat).

Selain itu, lanjut dia, ada di wilayah Malang selatan, seperti di Kecamatan Tirtoyudo, Ampelgading, dan Sumbermanjing Wetan.

Hafi mengemukakan bahwa jalan utama yang dilewati di kawasan Malang barat ada sungai yang bisa saja meluap yang mengakibatkan banjir serta tebing-tebing daerah pegunungan yang sering longsor akibat tergerus air hujan.

Sementara itu, bencana banjir juga sering terjadi di Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, sebab jika sungainya meluap, rumah warga terendam air karena posisi sungai lebih tinggi daripada rumah penduduk.

"Yang juga menjadi kekhawatiran kami adalah material bekas erupsi Gunung Kelud pada awal tahun lalu yang terbawa arus dan mengarah ke Kabupaten Malang, khususnya di wilayah barat, seperti Kecamatan Ngantang, Kasembon, dan Pujon. Sebab, pada saat terjadi erupsi Gunung Kelud, ketiga wilayah itu yang paling parah dampaknya," ujarnya.

Menyinggung anggaran penanggulangan bencana yang mulai menipis, Hafi secara tegas mengatakan bahwa hal itu tidak benar. Memang, pada tahun 2014 dana tak terduga sebesar Rp2,5 miliar yang disimpan di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPAK) sudah habis untuk penanggulangan bencana dan rehabilitasi akibat erupsi Gunung Kelud di wilayah Malang barat.

Ia mengatakan bahwa dana penanggulangan bencana yang diplot di BPBD sebesar Rp1 miliar sudah terserap sebesar Rp650 juta dan tersisa Rp350 juta.

"Selain itu, juga masih ada dana tak terduga lainnya yang bisa digunakan untuk penanggulangan bencana sebesar Rp5 miliar, belum lagi dana dari masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait sehingga kami tidak kebingungan, apalagi kami juga sudah mengajukan anggaran ke BNPB sebesar Rp800 juta melalui Pemprov Jatim," katanya.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014