Jakarta (ANTARA News) - Budi Setyawan, Direktur Teknologi PT Pos Indonesia (Persero) yang menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan perangkat kerja Portabel Data Terminal (PDT) Kantor PT Pos Indonesia tahun 2012-2013, ditahan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

"BS ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejagung RI dari 2 Desember sampai 21 Desember 2014 mendatang," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di Jakarta, Selasa.

BS yang saat kejadian tindak pidana korupsi itu menjabat sebagai SVP Teknologi Informasi PT Pos Indonesia, ditahan berdasarkan Nomor: Print-32/F.2/Fd.1/12/2014 tanggal 2 Desember 2014.

Kapuspenkum menjelaskan dasar penyidik melakukan penahanan itu tidak terlepas kekhawatiran dari tersangka akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

Bahkan, kata dia, tersangka juga sudah dua kali mangkir dari pemeriksaan dan berdalih sedang menjalankan tugas Negara dalam program Simpanan Keluarga Sejahtera di Pemerintah Baru Kabinet Kerja yaitu melaksanakan monitoring program pemerintah dalam Penyaluran Bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera dengan menggunakan Pos Giro.

Pada hari yang sama, Kejagung juga menahan satu tersangka lainnya, yakni M, Manajer Otomasi PT. Pos Indonesia, berdasarkan surat nomor Print-31/F.2/Fd.1/12/2014 tanggal 2 Desember 2014.

Dalam kasus itu, Kejagung juga sudah menetapkan Dirut PT Pos Indonesia (Persero) Budi Setiawan namun sampai sekarang yang bersangkutan belum ditahan kejagung.

Kronologis pemeriksaan hasil pelaksanaan pengadaan perangkat kerja berupa Portabel Data Terminal (PDT) yang dilaksanakan oleh PT Datindo Infonet Prima dan laporan hasil pemeriksaannya (tersangka M).

Kejagung pada awal September 2014 telah menyita sejumlah alat Portable Data Terminal (PDT) atau alat layanan informasi dan komunikasi dari PT Kantor Pos Besar Area IV Jakarta.

"Alat yang disita mencapai 1.650 unit. Termasuk penggeledahan di kantor pos pusat di Bandung," ujarnya.

Dikatakannya, alat tersebut merupakan alat yang digunakan petugas di lapangan untuk memudahkan kontrol pengantaran barang.

Pada kenyataannya, kata dia, alat tersebut tidak berfungsi alias tidak bisa dipakai hingga negara mengalami kerugian mencapai Rp10,5 miliar.


Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014