Makassar, 22 Nopember 2006 (ANTARA) - Menyusul ditandatanganinya nota Perubahan dan Pernyataan Kembali Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) VII ("Amended and Restated KSO Agreement") oleh Direksi PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom) Arwin Rasyid dan Presiden Direktur Bukaka SingTel International (BSI) Ng Jin Hiok di Jakarta (18/10), Telkom kini memulai proses integrasi KSO VII secara operasional di wilayah Indonesia Timur dan Kepulauan. Integrasi KSO ditandai dengan sebuah apel akbar yang digelar di Kantor Divisi Regional VII Makassar, dihadiri oleh Dirut Telkom Arwin Rasyid, Wakil Dirut Garuda Sugardo, seluruh jajaran direksi dan komisaris lainnya, para pimpinan senior Telkom, dan anak perusahaan serta Kepala Divre VII Syarifudin Saguni beserta jajarannya. Menurut Dirut Telkom Arwin Rasyid, momen ini memiliki makna mendalam bagi Telkom, terlebih bagi manajemen dan karyawan Telkom di wilayah Indonesia Timur dan Kepulauan. "Setelah sekian lama berpisah dari Telkom, tentu wajar kalau mereka - rekan-rekan Telkom di Divre VII - menyambut gembira tampilnya kembali Telkom dalam mengelola secara penuh operasi dan pembangunan telekomunikasi di wilayah tersebut," ujar Arwin Rasyid. Arwin Rasyid memandang, meskipun harus menempuh proses yang cukup panjang, namun penyelesaian KSO VII berakhir dengan hasil yang cukup memuaskan bagi kedua belah pihak. "Sepanjang evaluasi kami, skema KSO Reversal adalah yang terbaik di antara sekian opsi yang bisa ditempuh," lanjutnya seraya menambahkan bahwa pihak BSI pun telah menunjukkan sikap yang kooperatif selama proses penyelesaian KSO berlangsung. Melalui reversal agreement, BSI akan melepaskan haknya untuk menerima 65% dari pendapatan Telkom yang bisa dibagi (Distributable Telkom Revenue, DTR) Unit KSO Divre VII yang berasal dari KSO System dan akan mengalihkan kepada Telkom haknya atas penghasilan BSI dari perjanjian-perjanjian yang dinamakan KSO Plus Proyek, yang berlaku mulai 1 Januari 2006 sampai tanggal-tanggal setiap perjanjian berakhir. Hal itu dilakukan sebagai imbalan atas persetujuan Telkom untuk memberikan kepada BSI suatu jumlah pendapatan tetap yang disetujui (Fixed Investor Revenue, FIR), yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2006 sampai dengan 31 Desember 2010. Arwin Rasyid mengatakan, integrasi KSO VII harus didahului oleh proses sosialisasi yang intens ke jajarannya di wilayan Indonesia Timur dan Kepulauan. Bagaimanapun, demikian Arwin, sistem manajemen dan operasi yang akan diberlakukan Telkom mungkin berbeda dengan apa yang dijalankan oleh Mitra KSO, sehingga harus ada proses penyesuaian. "Kami berharap masa transisi untuk melakukan penyesuaian bisa berlangsung cepat, sehingga Telkom bisa segera berkiprah untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan Divre VII," ujar Arwin. Divre VII yang wilayah operasinya mencakup 13 propinsi, 137 Kabupaten dan 1.402 Kecamatan, mempekerjakan 3.159 karyawan. Penyelarasan dengan sistem Telkom tentu merupakan tantangan tersendiri. Namun demikian, peristiwa integrasi KSO bukanlah hal baru di Telkom karena sebelumnya juga terjadi di Divre III Jawa Barat dan Banten, Divre I Sumatera, Divre IV Jawa Tengah dan DIY, serta Divre VI Kalimantan. Dari sisi pembangunan, menurut Arwin, fokus Telkom di masa-masa awal integrasi akan tertuju pada upaya pemulihan dan modernisasi infrastruktur yang selama masa KSO kondisinya terabaikan karena berbagai alasan yang secara bisnis mungkin bisa dipahami. Diakuinya bahwa banyak alat produksi yang kondisinya sudah terbilang obsolete. Banyak perangkat sentral (switching) Divre VII yang perlu diperbarui, demikian pula sistem transmisi yang meliputi sistem terrestrial (radio gelombang mikro), SKSO (Sistem Komunikasi Serat Optik), dan sistem komunikasi satelit domestik (SKSD). Bahkan, kata Arwin, sebagian dari perangkat energi juga bisa dinyatakan obsolete. "Di tengah persaingan antaroperator yang sangat ketat, modernisasi infrastruktur menjadi sangat penting dalam menunjang performansi pelayanan," jelasnya. Ekspansi Jaringan CDMA Untuk memenuhi permintaan layanan telekomunikasi yang terus berkembang, Arwin mengatakan Telkom akan berusaha melakukan percepatan pembangunan jaringan berbasis CDMA (Code Division Multiple Access) yang selain efisien dan praktis juga terbukti waktu pembangunannya lebih singkat ketimbang jaringan wireline. Pada posisi September 2006, jumlah penduduk di wilayah operasi Divre VII mencapai 31.802.235 jiwa. Dengan jumlah sambungan pelanggan (LIS, Line in Service) 1.287.191 satuan sambungan (SS), maka tingkat kepadatan telepon per 100 penduduk (teledensity) di wilayah ini terbilang sangat rendah, yaitu hanya 4,04. Di sisi lain, tantangan geografis di wilayah Indonesia Timur yang luas dan tersebar dalam formasi kepulauan lebih berat dibanding wilayah-wilayah lainnya di Indonesia, sehingga ekspansi jaringan CDMA merupakan pilihan yang tepat. Divre VII sendiri sudah menggelar jaringan CDMA Flexi sejak 2003. Dari jumlah LIS 1.287.191 satuan sambungan yang dikelola Divre VII, 385.121 di antaranya merupakan sambungan wireless Flexi yang berbasis CDMA. Di tahun 2006 kapasitas infrastruktur direncanakan meliputi 1 juta wireline, 600 ribu wireless Flexi, 10 ribu satuan sambungan broadband Speedy. Pasca KSO Reversal, demikian Arwin, Telkom akan berusaha memperluas jangkauan Flexi ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi permintaan tinggi namun belum tersentuh oleh pembangunan KSO. Dalam pandangannya, Indonesia Timur merupakan wilayah yang sangat potensial, khususnya di wilayah yang mengelola sektor-sektor pertambangan, kelautan, dan pertanian. Untuk merespon tingginya harapan masyarakat Indonesia Timur terhadap percepatan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, pihak Telkom sendiri telah memiliki rencana pengggelaran jaringan (deployment plan) hingga 2010. Di tahun 2007, Telkom merencanakan untuk menggelar 191 BTS Flexi dengan kapasitas 411.110 SSF. Di tahun 2010, ketika jumlah penduduk Indonesia Timur diperkirakan mencapai 36 juta jiwa, kapasitas wireline direncanakan menjadi 1,4 juta SS, sedangkan kapasitas wireless Flexi ditingkatkan menjadi 2,1 juta SS. Kapasitas Layanan akses pita lebar Speedy yang di tahun 2006 baru mencapai 10 ribu SS rencananya akan dikembangkan menjadi 104 ribu SS. Dalam hal teknologi, Arwin Rasyid mengatakan fokus Telkom tentu saja akan diarahkan pada pemanfaatan teknologi yang lebih maju dan sekaligus lebih efisien seperti softswitch, IP Backbone, dan alternatif-alternatif lainnya. Hingga menjelang tutup tahun 2006 ini, Divre VII hanya mengandalkan TDM (Time Division Multiple) Switch, sementara softswitch dan IP Backbone sama sekali belum digelar. Daerah Perbatasan Berdasarkan identifikasi Telkom, dari 13.782 desa yang tersebar di 917 kecamatan yang masuk wilayah Divre VII, 11.832 desa di antaranya (85,9%) belum tersentuh oleh fasilitas telekomunikasi. Dan, dari jumlah desa yang belum tersentuh fasilitas telekomunikasi, 197 desa di antaranya berbatasan langsung dengan wilayah negara-negara tetangga. Ada 31 pulau di wilayah Divre VII yang berbatasan dengan negara-negara tetangga (Timor Leste, Papua Nugini, Australia, dan Filipina). Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Telkom sebagai national flag carrier. Berbagai solusi teknologi terus dikaji pemanfaatannya untuk mengatasi kendala geografis yang berat. Beberapa teknologi yang dipandang tepat di antaranya VSAT (Very Small Averture Terminal), radio, dan wireless CDMA. Saat ini terdapat 44 fastel VSAT USO di wilayah perbatasan, terdiri dari 22 unit di wilayah Kantor Operasi Telekomunikasi (Optel) Kupang, 10 unit di wilayah Kantor Optel Merauke, dan 6 unit di wilayah Kantor Daerah Telekomunikasi (Kandatel) Manado. "Kami sangat concern terhadap penyediaan fastel di wilayah-wilayah perbatasan karena hal itu sangat penting dalam menunjang upaya menjaga kedaulatan wilayah Indonesia sebagai negara," ujar Arwin Rasyid. Diakuinya, menggelar infrastruktur telekomunikasi di daerah-daerah terpencil atau terpelosok bukanlah tanpa resiko baik dari segi investasi maupun teknis. Namun, Telkom harus terus mencari cara yang peling tapat untuk mengatasinya, termasuk dalam memilih teknologi yang benar-benar cost-effective. Dalam pandangan Arwin Rasyid, integrasi KSO Divre VII ke Telkom merupakan momen yang sangat penting. "Momen ini bagus sekali untuk membangun komitmen SDM Telkom memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan di wilayah tersebut," ujarnya. Untuk Keterangan Lebih Lanjut, Hubungi : Muhammad Awaluddin Vice President Public and Marketing Communication PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tel. 62-21-5213288 Fax. 62-21-5203322 Email : awaluddin@telkom.co.id Website : www.telkom-indonesia.com (T.UM001/B/W001/W001) 22-11-2006 17:06:37

Copyright © ANTARA 2006