Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pekan depan masih stabil dalam kisaran antara Rp9.100 sampai Rp9.150 per dolar AS, didukung oleh faktor fundamental ekonomi makro Indonesia yang makin membaik. "Fundamental ekonomi nasional yang terus membaik itu terlihat dengan makin stabilnya rupiah terhadap dolar AS, sekalipun ada gejolak yang tidak terduga," kata pengamat pasar uang, Farial Anwar, di Jakarta akhir pekan lalu. Ia mengatakan rupiah masih tetap bertengger di kisaran Rp9.100 sampai Rp9.150 per dolar AS, tetapi agak sulit untuk bisa berada di bawah level Rp9.000 per dolar AS. Hal ini disebabkan baik para spekulan maupun eksportir yang tidak menginginkan tingkat nilai mata uang lokal itu berada di bawah kisaran Rp9.000 per dolar AS, katanya. Rupiah, lanjutnya, sempat mendekati level Rp9.200 per dolar AS, ketika para pelaku asing melepas obligasi rupiah, setelah Bank Indonesia (BI) mengisyaratkan penurunan bunga kredit bank. Isyarat tersebut mendorong pelaku asing melepas obligasi untuk mengalihkan dananya ke tempat lain yang memberikan keuntungan lebih tinggi, ucapnya. Gebrakan aksi lepas obligasi menurut dia hanya sesaat saja, karena pelaku asing kembali memburu saham dengan melepas dolar AS, apalagi mereka khawatir dengan pertumbuhan ekonomi AS yang cenderung melambat. Meski demikian, rupiah sempat merosot, namun tertolong oleh aksi bank sentral China (BoC) membeli yen yang akhirnya mengimbas mata uang Asia, khususnya rupiah, di pasar domestik, katanya. Selain itu, investor asing aktif bermain di pasar modal Indonesia dengan melakukan aksi beli saham, sehingga indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat mencapai 1700 poin yang juga mendorong rupiah masih tetap bertengger di level Rp9.150 per dolar AS, tambahnya. Dikatakannya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin baik pada tahun depan juga memberikan harapan terhadap rupiah untuk stabil pada kisaran antara Rp9.100 hingga Rp9.150 per dolar AS, meski sempat juga menyentuh level Rp9.000 per dolar AS. "Kami optimis pelaku lokal maupun asing akan bermain di pasar domestik dengan melakukan pembelian rupiah, meski ada BUMN yang membutuhkan dolar AS untuk membayar utang yang jatuh tempo, seperti Pertamina dan PLN," katanya. Sampai akhir tahun ini, menurut dia, minat asing bermain saham masih tetap tinggi dan perbankan aktif menyalurkan kreditnya kepada nasabah, karena adanya permintaan pasar, sehingga pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan semakin meningkat. Jadi, lanjutnya pergerakan rupiah sampai akhir tahun diperkirakan tidak akan mengalami perubahan yang drastis karena tidak gejolak yang hebat, apalagi harga minyak mentah dunia terus melemah hingga saat ini berada di bawah level 60 dolar AS per barel. Rupiah akan tetap terjaga, apalagi BI saat ini memiliki cadangan devisa sebesarnya 43 miliar dolar AS, cukup untuk mengatasi gejolak apabila hal itu terjadi, katanya. Mata uang lokal ini, menurut dia, sejak awal pekan terus melemah hingga hari Rabu mencapai Rp9.150/9.175 per dolar AS, namun hari berikut naik tipis menjadi Rp9.170/9.173 per dolar AS (hari Jumat pagi) dan penutupan pasar akhir pekan ini mencapai Rp9.168/9.170 per dolar AS Apalagi sebagian besar emiten menunjukkan kinerja keuangan yang cukup baik, setelah sahamnya yang diperjualbelikan menunjukkan peningkatan yang cukup tajam. Karena itu, Window Dressing emiten, kemungkinan besar tidak akan terjadi, karena para emiten telah memiliki kinerja yang cukup baik yang memicu indeks harga saham gabungan menguat tajam hingga mendekati level 1.700 poin. Gejolak negatif terhadap rupiah juga bisa terjadi apabila para pelaku pasar aktif melakukan aksi lepas saham (profit-taking) besar-besaran dalam upaya mencari untung dan menyambut liburan panjang pada akhir tahun ini, kata Farial Anwar. (*)

Copyright © ANTARA 2006