Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah masalah yang memerlukan perhatian serius dari hasil pemeriksaan selama semester I tahun 2006 terhadap badan usaha milik negara (BUMN). "Pada pemeriksaan BUMN, BPK menemukan bebarapa temuan hasil pemeriksaan yang memerlukan perhatian," kata Ketua BPK Anwar Nasution di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa. Temuan tersebut antara lain pemberian pembiayaan oleh PT Bank Syariah Mandiri pada 2005 yang belum sepenuhnya memperhatikan prinsip kehati-hatian yang mengakibatkan timbulnya pembiayaan bermasalah (NPL) sebesar Rp204,88 miliar. BPK juga menemukan proses perjanjian pengelolaan keagenan antara PT Garuda Indonesia dengan billing settlement plant (BSP) Indonesia tidak dilakukan sesuai ketentuan dan pelaksanaannya menyimpang dari perjanjian, sehingga Garuda terbebani piutang yang berpotensi macet sebesar Rp14,01 miliar. Sementara itu verifikasi atas tagihan Garuda tentang transaksi penjualan cargo kepada PT Sungai Gemuruh (PT SGR), periode Maret 2004 sampai Juli 2005 tidak berjalan efektif sehingga Garuda kehilangan pendapatan sebesar Rp12,95 miliar. BPK juga menemukan bahwa pembangunan kapal baru jenis BTD II 7500 BHP Ocean Going Tug Boat pesanan TNI AL dengan nilai kontrak Rp22,18 miliar, merugikan PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (DKB) sebesar Rp10,55 miliar. "Jumlah subsidi pupuk tahun anggaran 2005 yang belum dibayarkan oleh pemerintah kepada PT Pusri, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Iskandar Muda, dan Petrokimia Gresik, masing-masing sebesar Rp104,28 miliar, Rp30,23 miliar, Rp112,06 miliar, Rp4,42 miliar, dan Rp351,13 miliar," kata Anwar. Menurut dia, BPK juga menyampaikan 10 laporan hasil pemeriksaan atas BUMN secara parsial kepada DPR. Sepuluh hasil pemeriksaan itu adalah hasil pemeriksaan atas kontraktor production sharing (KPS), pemeriksaan atas pengadaan barang dan jasa di BNI, pemeriksaan atas biaya pokok penyediaan tenaga listrik PLN tahun 2006, dan pemeriksaan atas PT Jiwasraya. Selain itu, pemeriksaan atas laporan keuangan PT Jamsostek tahun buku 2005, pemeriksanaan atas laporan keuangan Perum Bulog 2005, hasil pemeriksaan atas BNI tahun buku 2005, pemeriksaan atas laporan keuangan PT PAL tahun 2005, pemeriksaan atas laporan keuangan PT Dahana 2005, dan pemeriksaan atas dana pensiun perkebunan (Dapenbun). Hasil pemeriksaan itu antara lain investasi penyertaan langsung Dapenbun pada PT Theda Persada Nusantara dalam kerjasama pembangunan proyek Kemayoran mengakibatkan Dapenbun tidak mendapatkan hak/hasil sebesar Rp160 miliar dan justru berpotensi rugi Rp24,52 miliar. "Pengadaan rice milling plant (RMP) oleh Bulog tahun 2003, 2004, dan 2005 dengan biaya sebesar Rp249,49 miliar tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan dan terdapat indikasi ketidakwajaran harga RMP," katanya. Selain itu terdapat beberapa pengadaan barang dan jasa terutama pekerjaan jasa outsourcing infrastruktur dan pekerjaan aplikasi sistem informasi pelayanan terpadu online, yang tidak sesuai dengan ketentuan sehingga merugikan Jamsostek. Investasi PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp17 miliar pada obligasi subordinasi Bank Global juga tidak mematuhi dan tidak sesuai dengan ketentuan. "NPL netto BNI melampaui limit NPL netto yang ditetapkan BI sehingga status BNI ditempatkan sebagai bank dalam pengawasan intensif," kata Anwar. BPK juga menemukan biaya listrik dan steam yang dimintakan kembali ke pemerintah sejak PT CPI yang melakukan kerjasama dengan PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara (MCTN) diragukan kewajarannya dan mengakibatkan kerugian bagi pemerintah sebesar 210,00 juta dolar AS serta berpotenai merugikan negara sebesar 1,23 miliar dolar AS, yang terjadi di PT CPI.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006