Oleh Yuri Alfrin Aladdin Jakarta (ANTARA News) - Setelah menyelesaikan lawatannya di Jepang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan menuju ke Rusia untuk menjumpai timpalannya, Presiden Vladimir Vladimirovich Putin, pada 29 November hingga 2 Desember 2006. Presiden Yudhoyono agaknya merasa penting untuk bersua dengan Putin lantaran sosok pendiam itu dinilai sukses membawa Rusia keluar dari petaka krisis ekonomi dan politik yang telah melilit negeri itu sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991. Sebelumnya, tak banyak orang yang tahu tentang siapa Vladimir Putin. Putin sosok yang kurang begitu dikenal ketika pertama kali ditunjuk sebagai Perdana Menteri (PM) menggantikan Sergei Stepashin. A. Fahrurodji, pengajar pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Rusia, Universitas Indonesia (UI), dalam bukunya "Rusia Baru Menuju Demokrasi" (2005) mencatat, Putin sebelumnya tidak dikenal dan terlalu kecil jika disandingkan dengan tokoh-tokoh kawakan, seperti Yevgeny Primakov, mantan Menlu dan PM sebelum Stepashin, serta mantan petinggi KGB di era Uni Soviet, atau pemimpin kharismatik Yuri Luzhkov, Walikota Moskow yang begitu populer saat membidani Partai Ibu Pertiwi (Otechestvo). Vladimir Vladimirovich Putin yang lahir di Leningrad pada 7 Oktober 1952 menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Leningrad tahun 1975, di mana ia kemudian melanjutkan studinya dan meraih gelar doktor untuk bidang ekonomi. Setelah lulus, ia bergabung dengan Dinas Rahasia Uni Soviet KGB (Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnost), dan bertugas di Jerman Timur pada 1985 hingga 1990. Tahun 1990, ia kembali ke kampusnya dan menjadi Asisten Rektor Universitas Leningrad yang bertugas menangani masalah hubungan internasional. Selanjutnya, dia dipercaya sebagai penasehat untuk Ketua Dewan Kota Leningrad. Kiprahnya di kota kelahirannya terus menanjak hingga posisi sebagai Deputi I Walikota Leningrad. Agustus 1996, Vladimir Vladimirovich Putin diangkat sebagai Deputi Kepala Direktorat Administrasi Kepresidenan. Tidak sampai setahun kemudian, ia menduduki jabatan sebagai Deputi Kepala Eksekutif Kepresidenan dan Kepala Direktorat Pusat Pengawasan dan Inspeksi. Juli 1998, dia diangkat menjadi Direktur Dinas Keamanan Federasi Rusia (FSB), sebuah lembaga intelijen yang dulunya bernama KGB. Bulan Maret tahun berikutnya dia juga dipercaya untuk mengisi jabatan sebagai sekretaris Dewan Keamanan Rusia. Bulan Agustus di tahun yang sama (1999), Presiden Rusia saat itu, Boris Yeltsin, mengangkat Putin sebagai Perdana Menteri menggantikan Sergey Stepashin. Akhir tahun 1999, bersamaan dengan pengunduran dirinya secara mendadak, Boris Yeltsin menunjuk Vladimir Putin sebagai acting (penjabat) Presiden sekaligus mengumumkannya sebagai penerus kepemimpinan Rusia. Pemilihan Umum (Pemilu) Rusia pada Maret 2000 menghasilkan penetapan Putin sebagai Presiden Federasi Rusia menggantikan Yeltsin. Maret 2004, Putin terpilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan periode kedua. Rahasia Putin Ketika Putin memegang kendali Kepresidenan Rusia, banyak pengamat dalam dan luar negeri meragukannya. Tidak banyak yang mengetahui sosoknya lantaran dia adalah mantan agen rahasia KGB, yang selalu merahasiakan data-data pribadi para anggotanya. Putin dianggap "putra mahkota" yang disiapkan Yeltsin, sehingga tidak mungkin akan mengubah kebijakan pendahulunya tersebut, seperti melindungi kaum oligarki (kelompok pengusaha yang bersekutu menguasai pasar dan mampu mempermainkan harga) yang semakin berpengaruh di negeri itu. Namun, Putin membuktikan bahwa anggapan itu ternyata tidak benar, karena ia pada 2001 mengajukan tuntutan kepada dua oligarki berpengaruh Rusia, Boris Berezovsky dan Vladimir Gusinsky, dengan tuduhan berbagai tindakan kriminal, termasuk kejahatan pencucian uang. Putin pun menangkap orang terkaya Rusia, yakni Mikhail Khodorkovsky, yang merupakan Chief Executive Officer (CEO) perusahaan minyak berskala raksasa di Rusia, Yukos, di tahun 2003. Perlawanan Putin terhadap kaum oligarki --yang sebelumnya banyak menerima perlindungan dari Boris Yeltsin tersebut-- bisa jadi menjadi langkah politiknya untuk keluar dari bayang-bayang Yeltsin sekaligus untuk menghentikan ancaman yang ditimbulkan kaum oligarki tersebut terhadap kebijakan ekonomi dan kekuasaan politiknya. Untuk lebih memperkuat citranya yang bebas dari pengaruh rezim Yeltsin, maka Putin menjelang pemilihan Presiden Rudia pada Maret 2004, membubarkan kabinet yang berarti memberhentikan PM Mikhail Kasyanov yang juga menteri keuangan dan PM di masa Boris Yeltsin. Sebagai ganti kabinet Kasyanov, Putin membentuk kabinet di bawah PM Mikhail Fradkov, yang kawan lamanya di KGB. Kabinet yang baru terbentuk tersebut banyak diisi oleh mantan orang-orang KGB yang sering disebut siloviki. Organisasi intelijen yang dibentuk pada 1954 tersebut dibubarkan Mikhail Gorbachev saat menjadi Presiden pada 1991. Perekrutan siloviki oleh Putin menunjukkan keinginan Putin untuk menjaga stabilitas Rusia, karena mereka dianggap figur-figur yang disiplin, berwawasan luas, berpendidikan tinggi, dan memiliki loyalitas yang tinggi pula. Kabinet Putin tersebut mendapat kepercayaan rakyat, dan terbukti dengan terpilihnya untuk masa jabatan kedua kali pada 2004 atau hanya beberapa saat setelah kabinet baru tersebut diumumkan. Belajar dari kegagalan pemerintahan sebelumnya, Putin tampaknya ingin lebih mengonsolidasikan kekuasaannya demi stabilitas politik. Oleh karena itu, Putin tetap menjalankan langkah liberalisasi dalam ekonomi, meskipun komitmennya terhadap demokrasi seringkali kembali dipertanyakan. Dipicu kasus penyanderaan murid-murid sekolah yang dilakukan gerilyawan Chechnya dalam tragedi Beslan pada 3 September 2004 --berakhir dengan tewasnya 338 orang dari total 1.200 sandera-- membuat Putin dalam pidato pada 13 September 2004 menegaskan rencana untuk mengubah struktur politik Rusia. Langkah Putin tersebut terdiri atas tiga hal, yakni restrukturisasi otoritas negara untuk mencegah situasi krisis, para gubernur terpilih harus mendapat persetujuan presiden, dan diberlakukannya sistem pemilihan umum baru untuk memilih anggota parlemen. Putin menganggap demokrasi lokal sering menimbulkan anarki, sehingga menginginkan gubernur yang terpilih haruslah telah mendapat persetujuan presiden, sementara pemilihan 450 anggota parlemen yang menggunakan campuran sistem proporsional dan distrik dengan rasio 50:50 akan digantikan dengan sistem proporsional murni. Professor Richard Sakwa, seorang peneliti dari University of Kent Canterbury, Inggris, dalam bukunya Russian Politics and Society (2002) mencatat bahwa perekonomian Rusia di bawah Putin telah melampaui masa-masa kritis dan semakin membaik. Utang luar negeri Rusia telah menurun dari 64 persen Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2000, menjadi hanya 28 persen PDB pada tahun 2003. Inflasi dapat ditekan dan sistem perbankan terus direformasi. PDB Rusia tumbuh 7,3 persen selama tahun 2003. Pada tahun 2001 Bank Dunia menyatakan bahwa Rusia telah keluar dari krisis dan telah masuk dalam ekonomi pasar sepenuhnya. Pada 2006, Rusia juga berhasil melunasi seluruh utangnya ke Dana Moneter Internasional (IMF). Putin yang menjalankan sistem pemerintahan bergaya "tangan besi" agaknya banyak dicurigai Barat terlibat dalam berbagai pembunuhan lawan-lawan politiknya, dan para pengritiknya. Berbagai media massa Barat menulis kecurigaan keterlibatan Kremlin dalam pembunuhan mantan mata-mata dinas rahasia Rusia pengganti KGB, FSB (Federal'naya Sluzhba Bezopasnosti), Alexander Litvinenko, yang mengasingkan diri di London, Inggris. Mantan agen rahasia itu meninggal dunia pada 23 November 2006 di salah satu rumah sakit di London, setelah meyakini dirinya diracuni dalam sebuah pertemuan dengan seorang Rusia, yang tak disebutkan namanya, pada 1 November 2006 di London. Menurut rekan-rekannya, mantan agen FSB itu tengah menyelidiki pembunuhan wartawati Rusia, yang sekaligus pengritik berat Putin, Anna Politkovskaya. "Satu-satunya logika adalah pembalasan, mereka menganggap dia (Litvinenko) seorang musuh. Dia pengritik rezim Putin yang tak kenal lelah," kata rekan dekatnya, Andrei Nekrasov, seperti dikutip kantor berita Inggris, Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006