Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres), M. Jusuf Kalla, melayat jenazah Jenderal TNI (Purn) Edi Sudrajat, mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata RI (Menhankam/Pangab), di Unit Perawatan Intensif (ICU) Lantai IV Paviliun Kartika, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat. Wapres Kalla, yang mengenakan kemeja polos warna coklat dan celana coklat tua, tiba di RSPAD Gatot Subroto pada 14.48 WIB langsung menuju ke ruangan ICU menggunakan lift, dan tepat 15.02 WIB meninggalkan rumah sakit tersebut. Sejumlah menteri turut membesuk jenazah Edi Sudrajat, yang lulusan terbaik Akademi Militer Nasional (AMN) 1960, antara lain Menhan Juwono Sudarsono, Menpora Adhyaksa Dault, Mensos Bachtiar Chamsyah, dan Menneg PP Meutia Hatta. Upacara militer akan diselenggarakan sebelum jenazah dibawa ke rumah duka di Jalan Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Para wartawan tidak diperbolehkan menuju ruangan ICU RSPAD, dan pewarta foto/juru kamera televisi hanya diizinkan mengambil gambar dari luar saja. Suasana di RSPAD dipenuhi pelayat baik di ruangan ICU maupun lobi rumah sakit tersebut. Edi Sudradjat, yang mengakhiri karir militernya dengan tiga jabatan rangkap selaku Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) sekaligus Menhankam/Pangab, meninggal dunia sekira pukul 13.00 WIB saat dirawat di Paviliun Kartika RSPAD, Jakarta, Jumat. Almarhum Edi Sudrajat meninggalkan seorang istri, Ny. Lulu Lugiyati, dan dikaruniai tiga anak. Semasa hidupnya, Edi Sudrajat juga mempimpin Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) dan PKP Indonesia, bahkan sempat menjadi calon presiden dari partai tersebut dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2004. Bio data Edi Sudradjat yang lahir di Jambi pada 22 April 1938 adalah sosok prajurit yang pernah "sangat berpengaruh" di Indonesia dengan tiga jabatan rangkap menjadi Kasad, Panglima ABRI dan Menteri Pertahanan Keamanan RI. Ia termasuk salah seorang pelaku dalam menerima tongkat estafet kepemimpinan dari prajurit generasi 45 kepada prajurit pasca-perang kemerdekaan. Lulus Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1960 angkatan pertama, dan untuk pertama kalinya akademi militer bentukan RI setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 disatukan. Sebelum itu, Indonesia memiliki akademi militer secara terpisah-pisah. Saat menjadi taruna, Edi sudah menyandang jabatan paling tinggi diantaranya para taruna, yaitu Komandan Resimen Korps Taruna (Dan Mentar). Artinya, ia adalah pemimpin seluruh taruna, dan itu hanya diperoleh melalui kepemimpinan yang dinilai paling menonjol dari sekian banyak taruna. Selepas dari Magelang, Edi ditugaskan sebagai Komandan Peleton di Batalyon Infanteri 515/Tanggul, Jember, Jawa Timur, selama dua tahun (1961-1962). Dalam kurun waktu itulah, Edi bersama pasukannya menyabung nyawa demi republik di hutan-hutan perawan Irian dalam Operasi Trikora guna mengusir Belanda. Usai mengikuti pendidikan komando, bersama adik-adik kelasnya yang lulus tahun 1961-1962, Edi kemudian memperkuat pasukan baret merah atau Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Kiprahnya di baret merah banyak dihabiskan di medan operasi, dari tahun 1963 hingga 1969 ia keluar masuk hutan mengejar pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan kembali ke hutan Irian memberantas Organisasi Papua Merdeka (OPM). Selain itu, ia ikut memberangus pemberontak Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (G-30S/PKI) dan masuk hutan di Kalimantan Barat (Kalbar) melumpuhkan gerakan separatis PGRS/Paraku. Edi juga pernah ditugasi sebagai anggota pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Kontingen Garuda IV, 1963. Dengan pengalaman operasi yang lebih dari cukup dan pendidikan lengkap, Edi melaju mulus dalam karirnya. Usia 42 tahun (1980), Edi sudah meraih pangkat Jenderal bintang satu (Brigadir Jenderal). Ia menjadi Brigjen dan memegang jabatan Panglima Komando Tempur Lintas Udara Komando Cadangan Strategis TNI AD (Pangkopus Linud Kostrad) yang dijabatnya hanya setahun. Tahun 1981-1983, ia dipercaya menjadi Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) II/Bukit Barisan di Medan dengan pangkat Mayor Jenderal, serta berlanjut menjadi Pangdam III/Siliwangi di Bandung (1983-1985). Usai menjadi Panglima Kodam, Edi ditarik ke Markas Besar ABRI sebagai Asiten Operasi Kepala Staf Umum (Kasum) ABRI periode 1985-1986, dan tahun berikutnya sudah menyandang jenderal bintang tiga (Letnan Jenderal) untuk jabatan Wakil Kepala Staf TNI AD (1986-1988). Usia emas (50 tahun), Edi telah mencapai pangkat tertinggi dalam jajaran TNI AD lantaran menjadi Jenderal penuh berbintang empat di posisi Kasad. Setelah Jenderal Try Sutrisno lengser dari jabatan Pangab, sebelum sidang Umum MPR 1993 berlangsung dan mengantarkan Try menjadi Wakil Presiden RI, Edi Sudrajat dipercaya menjadi Panglima ABRI. Tahun 1993 dalam Kabinet Pembangunan VII Edi diangkat sebagai Menhankam, sementara itu jabatan Kasad dan Pangab juga masih disandangnya. Selepas karir militer, Edi menjalani karir politik dan sempat masuk ke bursa calon Ketua Umum Golongan Karya (Golkar) pada 1998, dan kemudian ia bersama sejumlah purnawirawan TNI membentuk PKP yang menjadi PKPI. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006