Manado (ANTARA News) - Sebanyak 85 persen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia sebaiknya dimerger saja, karena hingga saat ini tak kunjung berikan kontribusi bagi negara, kata Anggota Komisi VIII DPRRI, Djelantik Mokodompit. "Merger menjadi salah satu jalan yang harus dilakukan pemerintah, jika tidak ingin keuangan negara digerogoti melalui kerugian yang tercipta oleh manajemen tidak sehat,"kata Djelantik Mokodompit, Sabtu di Manado, Sulawesi Utara (Sulut). BUMN yang tidak sehat terutama bergerak di sektor perdagangan, pariwisata dan perkebunan, menciptakan kerugian terus menerus, sehingga dikuatirkan akan semakin membebani negara yang tengah berusaha bangkit dari keterpurukan. "Ini sesuatu yang sangat mengenaskan, kehadiran 139 BUMN hanya memberikan kontribusi berkisar Rp6 triliun setiap tahun, padahal aset yang mereka miliki sangat besar,"kata anggota DPR RI utusan Sulut tersebut. Penggabungan tentu tidak mungkin dilakukan serentak, tetapi melalui tahapan tetapi pertimbangannya BUMN digabung miliki usaha sejenis misalkan bergerak di sektor perkebunan. Kendati merger sudah dilakukan nanti, tetapi harus ada suatu perubahaan besar di tubuh BUMN bila ingin melihat pelaku usaha yang benar-benar berguna bagi negara dan masyarakat. "Pola kerja BUMN harus dirubah total, tidak seperti saat ini, banyak manajemen amburadul, akibatnya bukan berusaha untuk bangkit berdiri, tetapi sebaliknya makin tenggelam dalam krisis akibatkan harus merogoh uang negara melalui program penyehatan," kata Djelantik. Dari BUMN yang masuk kategori sakit berat tersebut, kata Djelantik, beberapa diantaranya beroperasi hingga ke daerah, diantaranya PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), PT Garuda Indonesia. "Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang tadinya cukup baik, kembali mulai timbulkan masalah, sedangkan Pertamina patut dijadikan contoh karena sudah masuk kategori lumayan baik," kata Djelantik. Hasil penggabungan BUMN tersebut akan lebih baik kalau digunakan untuk mengentaskan kemiskinan, sebab dengan dana besar tersebut maka Indonesia akan lepas dari kemiskinan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006