Seoul (ANTARA News) - Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, yang baru, Antoni Blinken mengadakan dialog di Seoul, Senin, terkait kegiatan nuklir dan peluru kendali Korea Utara serta menegaskan kepentingan terus menekan Pyongyang terkait hal tersebut.

Kunjungan Blinken di Korea Selatan itu berhubungan dengan serangkaian uji peluru kendali Korut, yang meningkatkan ketegangan militer di semenanjung tersebut menjelang pelatihan militer bersama AS-Korsel pada bulan depan.

Dalam dialognya dengan Menlu Korsel Cho Tae-Yong, Blinken mengatakan bahwa hukuman antarbangsa atas Korut berhasil membuat negara komunis tersebut kesulitan mendapatkan bahan baku pembuatan senjata dan pelaksanaan program peluru kendali.

Blinken mengatakan AS masih membuka perundingan dengan Korut, namun dengan syarat negara tersebut menunjukkan tekad sungguh-sungguh menghentikan semua kegiatan nuklirnya.

"Sebelum Korut menunjukkan keseriusannya untuk menghentikan program nuklir, penting adanya untuk terus menekan mereka," katanya.

Beberapa pengamat mengatakan sanksi yang diterapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan AS tersebut tidak bisa menghentikan Korut mengembangkan program misil dan nuklirnya.

Presiden AS Barack Obama mengatakan akan mengenakan sanksi baru untuk Pyongyang pada bulan lalu menyusul peretasan jaringan maya studio Hollywood Sony Pictures yang, menurut pemerintah AS, dilakukan oleh Korut.

Pada pekan lalu, legislator AS meluncurkan undang-undang yang menambah sanksi Pyongyang melalui pemberian hukuman untuk perusahaan luar negeri yang menjalin kerja sama dengan Korut.

Korut menguji lima misil jarak pendeknya di laut ketika Blinken tiba di Seoul, Minggu (8/2), sementara sehari sebelumnya negara pimpinan Presiden Kim Jong-Un tersebut menguji misil "ultrapresisi" antikapal laut di bawah pengawasan ketat sang pemimpin.

Korut sering melakukan uji penembakan misil dan roket ketika seorang tokoh besar berkunjung ke Korsel, serta di saat adanya ketegangan militer.

Pada awal Maret, AS-Korsel akan mengadakan latihan militer tahunan skala besar, yang menurut Pyongyang hal ini adalah tindakan provokasi untuk melakukan serangan ke negaranya.

Namun Washington dan Seoul menolak tuduhan tersebut dan mengatakan program latihan militer hanya sebatas kepentingan pertahanan.

Korut sendiri pada Januari 2015 pernah menawarkan kesepakatan bahwa negara komunis itu akan menunda uji nuklirnya jika latihan militer tersebut dibatalkan. Departemen Luar Negeri AS menyebut tawaran ini "tidak mungkin bisa direalisasikan".

Pengajuan moratorium tersebut dipandang AS sebagai "ancaman tersirat" Korut untuk melakukan uji coba nuklir yang keempat, setelah sebelumnya sudah melaksanakan tiga kali pengujian, terakhir pada Februari 2013.

Pekan lalu, badan militer tertinggi Korut mengatakan tidak akan melakukan dialog dengan AS yang disebutnya "negara bandit" serta berjanji akan membalas semua agresi AS dengan serangan nuklir dan perang jaringan maya, demikian AFP.

(M054/B002)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015