Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan selama ini korupsi marak di Indonesia karena birokrasi menjual waktu, kesempatan dan keadilan, sehingga hal itu menimbulkan ekonomi biaya tinggi dalam berbagai hal. "Orang korupsi karena orang membeli atau menjual waktu, kesempatan dan keadilan," kata Wapres Jusuf Kalla pada pembukaan seminar internasional "Reformasi Birokrasi : Memutus Mata Rantai Korupsi, Apakah Sekedar Menaikan Gaji", di Jakarta, Selasa. Menurut Wapres, selama ini birokrasi di Indonesia menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena lama tidak terbuka dan tidak adil. Karena itu, tambahnya, masyarakat akan membayar (membeli) birokrat untuk bisa mendapatkan waktu yang lebih cepat, kesempatan dan keadilan. Birokrasi, tambah Wapres, inti utamanya mengenai tiga hal, yakni pelayanan, pemberian ijin/mengatur serta penegakkan hukum. Namun, tambahnya, yang terjadi selama ini di bidang pelayanan justru lama. Sedangkan untuk pemberian ijin/mengatur dilakukan dengan sangat tertutup tidak transparan. Dan untuk penegakan hukum terjadi ketidakadilan. "Itu masalah birokrasi. Ini Semua bisa diperbaiki dengan sistem. Kenapa pengusaha menyogok birokrasi, yang ia bayar sebenarnya waktu," kata Wapres. Karena itu, tambah Wapres, untuk mengatur masalah waktu ini bisa dipecahkan dengan membuat batasan waktu (time schedule) yang saat ini sudah dibuat oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN). Dengan adanya batas waktu ini, kata Wapres, maka akan jelas siapa yang salah dan di mana letak kesalahannya. Korupsi terbesar di kalangan birokrasi, ujar Wapres, terjadi dalam bidang pembelian/pengadaan barang, pemberian perijinan dan pemberian kesempatan atau layanan. Untuk itu, tambahnya, saat ini pemerintah memperbaiki dan menggubah sistem yang ada. "Untuk pembelian atau pengadaan barang, pemerintah putuskan semua tender buka saja di koran, dan saya yakin korupsi langsung drop, harga-harga satuannya jadi turun drastis," kata Wapres. Hal ini terjadi, katanya, karena semua sudah terbuka di media, sehingga calo-calo pun sudah tidak bisa bergerak. Selain itu, tambah Wapres, dengan dibukanya tender-tender di media masa ternyata menurunkan harga satuannya. Saat ini, realisasi anggaran untuk pengadaan /pembelian barang, baru tercapai 50 persen meskipun sebenarnya realisasi fisiknya lebih dari 50 persen, katanya. "Hari ini realisasi anggaran baru 50 persen, sebenarnya realisasi fisiknya lebih dari 50 persen, karena harga-harga satuannya turun. Dan untuk ini bisa menghemat biaya sekitar Rp20 trilyun," kata Wapres. Dari data yang ada, tambah Wapres, dengan diubahnya sistem melalui tender terbuka dan diumumkan di media masa, untuk pengadaan barang di Departemen Pekerjaan Umum menjadi turun hingga 20 persen, sedangkan untuk pengadaan barang di lingkungan Departemen Kesehatan justru lebih tinggi bisa turun hingga 40 persen. Biaya ketakutan Sementara untuk pemberantasan korupsi seperti yang gencar dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wapres menyatakan sangat mendukung dan setuju dilakukan tindakan tegas. Namun, harus juga dipikirkan mengenai dampak ikutan lainnya, seperti adanya ketakutan luar biasa di kalangan birokrasi untuk memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan pengeluaran uang. Wapres mencontohkan saat ini ada dana sekitar Rp200 trilyun dana yang ngangur di bank-bank, karena para direksi bank takut untuk menyalurkan kredit. Hal itu terjadi karena banyaknya direksi bank yang menjadi tersangka kasus korupsi akibat kebijakan pemberian kredit yang telah mereka lakukan sebelumnya. "Gerakan KPK ini bagus, tapi juga ada akibatnya. Kadang-kadang sama hasilnya yakni waktu jadi lama. Orang takut buat keputusan, jadi ada ongkos biaya ketakutan," kata Wapres. Saat ini, kadang terjadi banyak kepala daerah/kanwil yang tidak bersedia mengambil keputusan berhubungan dengan penggunaan dana dan untuk itu dimintakan persetujuan menteri bahkan kadang harus sampai ke Presiden sehingga hal ini membuat lama waktunya. Wapres mencontohkan kasus yang dialami PT PLN wilayah Sumatera Utara yang harus melakukan pemadaman listrik, hanya karena tidak berani melakukan pembelian suku cadang. Hal itu terjadi, tambah Wapres, karena PT PLN takut akan dikenai tuduhan korupsi karena pengadaan suku cadang yang mendadak tanpa melalui proses tender. Padahal, kata Wapres, akibat tidak dilakukan pembelian suku cadang yang harganya hanya puluhan hingga ratusan juta, justru mengakibatkan dampak kerugian ekonomis yang lebih besar karena matinya listrik di satu kota. "Kita dukung antikorupsi, tetapi jangan timbulkan ketakutan yang luar biasa," kata Wapres. (*)

Copyright © ANTARA 2006