Pontianak (ANTARA News) - Pihak imigrasi di Bandar Udara (Bandara) Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, akan menerapkan penggunaan kartu cerdas (smart card) bersistem biometrik, sehingga dapat mempercepat pelayanan bagi penumpang tujuan luar negeri. "Sekarang persiapannya telah memasuki tahap akhir, dan diharapkan tahun 2007 sudah dapat digunakan. Sapphire, nama smart card yang akan dioperasikan di Soekarno-Hatta," ujar Kepala Hubungan Direktorat Jenderal (Humas Ditjen) Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Drs. Soepriatna Anwar, di Pontianak, Selasa. Ia menjelaskan, smart card tersebut memanfaatkan lempeng elektrik yang berisi data pemiliknya yang dapat langsung terhubung pusat data otoritas pengelola Bandara Soekarno-Hatta, serta Departemen Hukum dan HAM. Oleh karena itu, ia mengemukakan, smart card tersebut dalam penggunaannya memakai sistem biometrik yang memadukan dengan data khusus di bagian tubuh, terutama sidik jari dan retina mata, pemiliknya sekaligus terhubung ke pusat data guna mengindentifikasi secara otomatis. "Apabila tidak cocok, maka pintu masuk ke areal dalam di Bandara Soekarno-Hatta tidak akan terbuka," katanya. Menurut Soepriatna, pertimbangan pengguna smart card itu untuk mempermudah akses penumpang yang sering keluar negeri. "Nanti akan dilihat dari frekuensi kunjungan ke luar negeri," ujarnya. Bandara Soekarno-Hatta, lanjutnya, merupakan salah satu pintu gerbang utama dari dan ke Indonesia, sehingga mempercepat pelayanan bagi penumpang sudah menjadi kewajiban. Selain itu, Indonesia memiliki sejumlah kawasan ekonomi khusus yang menjadi tujuan utama para profesional dari berbagai negara. "Kalau pelayanan kita lambat, maka Indonesia akan ditinggalkan, sehingga harus diciptakan sistem pelayanan yang mampu berkompetensi dengan negara lain," katanya. Saat ini, ia mengemukakan, Batam di Kepulauan Riau merupakan daerah yang sudah menggunakan layanan smart card untuk akses seseorang ke dalam dan luar negeri, karena dasar pertimbangannya banyak profesional dan pebisnis yang setiap hari masuk ke Batam melalui Singapura. Penggunaan paspor, menurut dia, dalam kasus seperti itu dapat dinilai tidak efektif, karena memiliki keterbatasan lembar pengesahan yang dapat menghambat aktivitas kalangan profesional dan pebisnis. "Untuk smart card juga ada batas waktu, yakni satu tahun dan dievaluasi atau diperpanjang kembali masa berlakunya. Tapi, lebih efisien dibanding penggunaan paspor yang memiliki keterbatasan lembar pengesahan," katanya. Untuk mengantisipasi penyalahgunaan paspor, ia menjelaskan, pihak Departemen Hukum dan HAM telah menerapkan sistem biometrik sejak 6 Februari 2006. Sistem personalisasi berupa pengisian data untuk paspor sistem biometrik menggunakan mesin pembaca paspor (Machine Readable Passport/MRP). Selain itu, ia menyatakan, foto terpadu di paspor yang selama ini menggunakan stiker/label diganti bersistem cetak langsung di halaman data, serta foto dan sidik jari dilakukan menggunakan pemindai elektronis, sehingga tidak mudah dipalsu atau dikupas. Sistem ini disebut paspor elektronik (e-passport). Data biometrik yang memanfaatkan ciri khas wajah, terutama retina mata, dan sidik jari, menurut dia, disimpan di pusat data yang terhubung secara langsung ke Kantor Pusat Imigrasi dan antar-Kantor Imigrasi untuk mencegah perolehan paspor ganda terhadap satu orang. "Smart card tidak akan tumpang tindih dengan paspor maupun program e-passport, karena target penggunaan yang berbeda," demikian Soepriatna. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006