Malang, (ANTARA News) - Sedikitnya 12 ekor satwa jenis burung yang telah menjalani proses karantina dan dirawat selama dua tahun di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Petungsewu, Rabu, dilepas di Dataran Tinggi Hyang, Jawa Timur. Menurut Ketua PPS Petungsewu, Iwan Kurniawan, dua belas satwa yang dilepas kembali ke habitatnya itu adalah tujuh ekor merak hijau (Pavo muticus), tiga ekor binturong (Arctitis binturong), dan dua ekor elang bido (Spilornis cheela). "Pelepasan satwa yang dilindungi undang-undang tersebut, dilakukan oleh tim gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim II, PPS Petungsewu dan ProFauna Indonesia," ungkapnya. Menurut dia, satwa-satwa yang dilepas tersebut, adalah hasil sitaan BKSDA Departemen Kehutanan yang diperdagangkan atau dipelihara secara ilegal di beberapa kota di Jawa dan Bali seperti Jember, Situbondo, Jakarta, Surabaya, serta Denpasar. Keduabelas satwa tersebut, seluruhnya dilepas di Dataran Tinggi suaka marga satwa Hyang seluas 14,145 hektar, karena alamnya cocok untuk melepas merak, binturong dan elang bido. Sebelum melepas satwa-satwa tersebut, katanya, pihaknya telah berulang kali melakukan survey dan kajian ilmiah tentang potensi Hyang sebagai tempat pelepasan satwa seperti merak. Bahkan pada tahun 2004 dan 2005 PPS Petungsewu juga sudah pernah melepas lutung dan merak di kawasan tersebut, yang sampai sekarang satwa yang dilepas masih "survive". Pada bulan Agustus PPS Pertungsewu bersama BKSDA Jatim II dan ProFauna, juga telah berhasil melepas puluhan ekor lutung jawa di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Hasil pantauan menunjukkan bahwa lutung-lutung tersebut, telah dapat beradaptasi dengan lingkungan baru dan mampu bertahan hidup dengan baik. Sementara itu, Pendiri ProFauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan, program pelepasan satwa tersebut, hanya bagian kecil dari upaya perlindungan satwa liar secara global. "Justru yang terpenting adalah penegakan hukum terhadap perdagangan ilegal satwa dilindungi. Karena tanpa ada penegakan hukum yang tegas, maka perdagangan satwa liar akan terus berlangsung," tegasnya. Menurut UU Nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya, perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi tanpa ijin dapat dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta.(*)

Copyright © ANTARA 2006