Jakarta (ANTARA News) - Wakil Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN) Sri Soegiarto mengatakan, Indonesia telah menjadi tempat yang dinilai aman bagi para bandar narkoba asal China untuk menanamkan modalnya. "Ini terjadi karena Indonesia belum memiliki UU yang mengatur prekursor narkoba," katanya di sela-sela acara Forum Komunikasi Kehumasan BNN di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan, aturan prekursor (bahan kimia yang menjadi bahan baku shabu dan ekstasi) hanya diatur dengan keputusan setingkat menteri sehingga tidak ada hukuman penjara yang bisa membuat jera. "Bukti bahwa bandar narkoba China investasi adalah dengan penemuan pabrik ekstasi di Cikande Serang, Desember 2005 dan shabu hampir satu ton di Teluk Naga, Tangerang," katanya. Menurut dia, tidak saja karena belum ada UU prekursor, bandar besar China juga melihat bahwa keluar masuknya prekursor di Indonesia juga tidak diawasi dengan ketat sehingga membuat para bandar ini melirik Indonesia untuk inventasi shabu dan ektasi. "Jadi, Indonesia sekarang ini sudah bukan lagi pasar narkoba bagi para bandar dari China tapi sudah menjadi produsen narkoba besar di dunia," katanya. Untuk narkoba jenis heroin, katanya, Indonesia masih sebatas transit dan pasar namun peran sebagai tempat transit ini mulai menurun karena gencarnya penindakan dari kepolisian. Tentang ganja, Sri Soegiarto mengatakan, sebagai penghasil ganja terbesar di Asia Tenggara, Indonesia sudah berupaya untuk memberantasnya namun hal itu tidak mudah karena masih banyak warga yang menanam ganja sebagai mata pencahariannya. "Kita berusaha agar para petani di Aceh beralih ke tanaman lain dan tidak lagi menanam ganja," katanya. Ia mengatakan, upaya Indonesia meminta bantuan ke Amerika Serikat untuk membantu memberantas ganja belum mendapat tanggapan karena ganja tidak dikenal di Amerika Serikat. "AS hanya akan membantu negara-negara yang selama ini menjadi pemasok heroin. Negara ini banyak membantu Thailand, Laos dan Kamboja sebab heroin yang di AS itu berasal dari negara-nagera itu. Dengan dibantu, AS berharap pasokan heroin ke negaranya bisa berkurang," ujarnya. Hingga kini jumlah pengguna narkoba di Indonesia diperkirakan empat juta jiwa atau 1,5 persen dari jumlah penduduk dengan korban meninggal 15 ribu per per orang setiap tahun. "Ini hasil penelitian tahun 2004 saja. Hasil penelitian ini bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian tahun 2006 masih belum selesai," katanya. Dalam satu tahun, para pengguna narkoba itu menghabiskan dana Rp11 triliun untuk membeli narkoba.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006