Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung RI Abdul Rahman Saleh menegaskan tidak ada tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia. "Tebang pilih itu isu lama. Tebang pilih itu harus jelas kriterianya, yang kita lakukan adalah memprioritaskan tindak pidana korupsi yang besar dan penting, kalau itu tidak dapat baru yang di bawahnya," kata Jaksa Agung dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis sore. Isu tebang pilih penanganan korupsi kembali mengemuka sehubungan peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember. Jaksa Agung mengatakan, Kejaksaan berupaya menyelesaikan kasus-kasus besar menyangkut uang negara yang mencapai ratusan miliar tanpa mengesampingkan perkara-perkara yang nilainya lebih kecil. "Misalnya kasus Bank Mandiri, itu kan ratusan miliar rupiah. Lalu perkara-perkara berikutnya, itu tergantung besar kecil (jumlah), bukan favoritisme," kata Arman, demikian Jaksa Agung biasa disapa. Disinggung mengenai kinerja Kejagung dalam penanganan kasus korupsi, Jaksa Agung membeberkan data terkini bahwa sepanjang Agustus hingga November 2006 Pidana Khusus melakukan penyidikan 98 kasus, penuntutan sejumlah perkara penting (Pupuk Kaltim dan Pengalihan HGB Hilton) serta eksekusi uang pengganti dari kasus korupsi di antaranya Rp2 miliar dari mantan Menteri Agama Said Agil Husein Al Munawar dan Rp1 miliar dari mantan Dirjen BPIH Depag Taufik Kamil. Korps Adhyaksa menurut Jaksa Agung, terus melakukan pembenahan dan peningkatan kinerja dengan personel dalam berbagai hal melalui bidang pembinaan hingga pengawasan. Abdul Rahman mengatakan, Kejaksaan terus melakukan koordinasi dan kerjasama untuk pemberantasan korupsi dengan institusi lain di dalam negeri maupun pemerintah negeri lain seperti yang baru-baru ini dilakukannya dengan Jaksa Agung Rusia saat kunjungan kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Sebelum saya menjadi Jaksa Agung, pejabat sebelumnya juga sudah menggalang kerja sama dengan berbagai pihak maupun negara lain," demikian Abdul Rahman Saleh. (*)

Copyright © ANTARA 2006