Jakarta (ANTARA News) - Ditjen Bea dan Cukai Departemen Keuangan mengaku telah menggagalkan penyelundupan dua kontainer produk tekstil (garmen) dan penyalahgunaan fasilitas kepabeanan yang nilainya mencapai Rp30,5 miliar. Menurut Kepala Sub Direktorat Intelijen Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai, Nazar Salim, penyelundupan produk tekstil dalam dua kontainer ukuran 40 kaki dan penyalahgunaan fasilitas kepabeanan itu telah merugikan negara Rp5,1 miliar. "Terungkapnya kasus ini setelah dilakukan pengamatan berdasarkan targetting analisa intelijen," kata Nazar di Jakarta, Jumat. Dalam pemberitahuan, produk tekstil impor ilegal itu disebut sebagai gypsum oleh pengimpornya yakni PT Austrindo Royal Independence. Barang itu diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Penyelundupan produk tekstil (garment) itu berhasil digagalkan melalui serangkaian operasi intelijen yang dimulai dari adanya informasi pengeluaran barang berupa tekstil dengan menggunakan surat pemberitahuan pengeluaran barang (SPPB) palsu. Atas informasi yang diterima dilakukan tahapan pengumpulan informasi dan penilaian terhadap akurasi informasi yang mengarah pada kesimpulan dugaan pengeluaran barang impor secara ilegal dengan modus yang canggih. Mengenai modus operasinya, Nazar menjelaskan, barang impor sebanyak dua kontainer sebenarnya berisi garment tetapi di manifest dan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) diberitahukan sebagai Gypsum sebanyak 800 bag. Untuk mengelabuhi petugas Bea dan Cukai, kedua kontainer dimaksud oleh PT Austrindo Royal Independence dipindahkan ke gudang milik PT Lautan Tirta untuk dilakukan pemeriksaan fisik. Dalam perjalanan menuju gudang Lautan Tirta, dua kontainer dimaksud, dibawa ke suatu gudang di kawasan Cakung Cilincing dan telah sempat dikeluarkan sebagian besar dengan menggunakan 12 truk kecil. "Pada saat dilakukan penegahan yaitu 6 Desember 2006, tersisa sebanyak 15 bals garmen," jelas Nazar. Agar terlihat rapi dalam menjalankan operasinya, PT Austrindo Royal Independence yang dikomando oleh FM telah menyiapkan dua konteiner hasil cloning dengan nomor yang sama dengan dua nomor sebelumnya dan kedapatan berisi gypsum. Terhadap importasi ilegal itu, pihak Bea dan Cukai telah menahan dua tersangka yaitu FM dan NS dan kemungkinan besar akan bertambah sesuai keterangan saksi. Di Tanah Abang Sementara kasus penyalahgunaan fasilitas kepabeanan terjadi pada barang impor berupa produk tekstil dan garmen sebanyak 10 truk di Pasar Tanah Abang. Terhadap barang itu bea dan cukai melakukan penegahan pada 5 Desember lalu. Penegahan barang impor ilegal itu bermula dari analisa terhadap keluhan produsen dan pemberitaan yang mengindikasikan maraknya perdagangan tekstil dan garmen di Pasar Tanah Abang. Barang-barang tersebut diduga merupakan barang-barang yang diimpor dengan fasilitas kepabeanan baik dengan penangguhan maupun pengembalian bea masuk. Atas importasi bahan baku untuk diekspor dengan fasilitas penangguhan maupun pengembalian bea masuk, seharusnya diolah terlebih dahulu untuk kemudian diekspor. "Diduga pelanggaran jenis ini dan derivatnya semakin jamak dilakukan oleh perusahaan penerima fasilitas, yang diduga langsung dijual ke pasar bebas," kata Salim. Berdasar investigasi awal, diperoleh fakta bahwa pemilik barang berupa tekstil dan garment adalah PT GT Bandung, PT SP Bandung, PT DL Solo selaku penerima fasilitas berupa Kawasan Berikat, dan PT KH Bandung, PT DW Bandung selaku penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). "Terhadap dugaan penyalahgunaan fasilitas kepabeanan berupa kawasan berikat dan KITE, pelakunya masih dalam penyelidikan penyidik PNS Bea dan Cukai," kata Nazar Salim.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006