Oleh Zarqoni Maksum Jeddah (ANTARA News) - Suasana Bandara haji King Abdul Aziz Jeddah, Selasa sore, 28 November 2006, belum menampakkan kesibukan yang berarti. Serombongan kecil calon jamaah haji asal Turki dengan seragam dan bendera yang menyolok terlihat hilir mudik di pos pemberhentian di satu sudut bandara, sementara para petugas baik yang berseragam militer maupun pakaian khas Arab Saudi hilir mudik dan berjaga-jaga di sudut-sudut bandara sementara beberapa restoran yang menyediakan makanan khas Arab Saudi sibuk melayani pelanggan. Suasana bandara masih cukup lengang, arsitektur bandara yang terbuka dan terdiri dari rangkaian tenda-tenda putih raksasa yang ditopang dengan pilar-pilar besi raksasa menambah kesan sepi dan lengan. Namun seketika terjadi kesibukan di pintu (gate) nomor 5, sejumlah petugas dengan jaket biru bertuliskan "Petugas haji Indonesia" berkerumun di depan gate dan memberi petunjuk arah bagi rombongan calon jamaah haji Indonesia yang baru keluar dari ruang pemeriksaan. Rombongan itu rupanya kloter pertama jemaah calon haji Indonesia yang diberangkatkan dari embarkasi Palembang. Jarum jam menunjukkan pukul 14.45 Waktu Arab Saudi (WAS) atau 18.45 WIB, satu persatu jamaah keluar dari gate menuju pos Haji Indonesia. Seorang petugas melambaikan bendera merah putih untuk memberi tanda bagi jamaah menuju pos peristirahatan. Sejumlah petugas dengan seragam mencolok juga berjajar untuk membantu jamaah mengangkat tas bawaan jamaah yang sudah berusia lanjut atau menyediakan kursi roda bagi jamaah yang uzur dan sakit. Sementara disudut lain, sejumlah petugas bandara sibuk mengangkut tumpukan bagasi atau kopor jamaah dengan troli gandeng. Setelah di periksa dan di cek oleh petugas haji Indonesia, bagasi itu langsung diangkat dengan truk khusus menuju pemondokan jamaah. Setelah beristirahat sejenak dan menunaikan shalat serta menikmati hidangan makan gratis yang disediakan oleh panitia, para jamaah diinstruksikan untuk berkumpul berjajar menurut kelompoknya masing-masing untuk antre menuju bis-bis yang mengangkut para jamaah menuju kota madinah. Para jamaah dengan seragam baju semi jas dengan warna biru telur asin itu lantas berjajar menuju bis nya masing-masing sesuai dengan nomor yang telah ditentukan. Rombongan bis pun segera meninggalkan pelataran parkir bandara yang luas. Bandara kembali lengang, terlihat sejumlah warga Saudi dengan tasbih melingkar di tangan dan dengan mulut terus komat kamit membaca kalimat zikir. Sepintas tidak ada yang aneh dalam proses penyambutan kedatangan jamaah itu, namun jika ditilik dari persiapan yang dilakukan pemerintah, proses yang memakan sekitar dua jam itu merupakan prestasi tersendiri dalam manajemen haji tahun 1427 H ini. Tingkatkan Pelayanan Pemerintah sebagai pihak penyelenggara ibadah haji memang telah mencanangkan untuk meningkatkan pelayanan kepada jamaah sejak tiba di bandara hingga selesai menunaikan rukun islam kelima itu dengan khusyu dan tenang. Pembenahan pertama adalah ketika jamaah dibandara, jamaah tidak lagi disibukkan dengan bagasi bawaan yang biasanya bear dan besar yang tentu saja merepotkan. Untuk pertama kalinya, bagasi langsung diangkut dengan truk khusus ke tempat pemondokan, sementara itu jamaah juga diberi makanan gratis di bandara agar jamaah tetap segar karena harus menempuh perjalanan lanjutan ke Madinah yang memakan waktu sekitar 4-5 jam perjalanan. Seluruh proses di bandara itu terbukti memang dapat diselesaikan dalam waksu sekitar dua jam seperti yang direncanakan semula, berarti lebih cepat satu jam dibanding tahun sebelumnya. bagi jamaah yang tergabung dalam kloter gelombang pertama yang harus langsung menuju madinah, kecepatan proses di bandara sangat penting agar kondisi fisik jamaah tetap terjaga dengan baik. Menurut kepala Daker Jeddah, Subakin, sistem baru yang diterapkan itu terbukti sangat membantu jamaah untuk dapat dengan cepat meninggalkan bandara menuju madinah tanpa harus direpotkan dengan urusan kopor dan bagasinya. Pembenahan juga dilakukan menyangkut pemondokan yang selama selalu menjdi masalah bagi jamaah asal Indonesia yang merupakan jamaah terbesar didunia. Menurut kedubes Indonesia untuk Arab Saudi dan Kesultanan Oman, Salim Jufri Assegaf pemondokan haji tahun ini jauh lebih baik dari sebelumnya. "Saya menjamin bahwa pemondokan haji baik di Mekkah maupun di Madina ahun ini jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, karena sudah dipersiapkan jauh-jauh hari," ujarnya saat menyambut kloter pertama jamaah indonesia yang tiba di Arab Saudi. Pihak pemerintah sendiri juga telah menyediakan pemondokan yang cukup baik baik kualitasnya maupun jarak dengan dua masjid haram di Mekkah maupun madinah. Di Madinah kebanyakan para jamaah ditempatkan di hotel dan atau pemondokan yang terletak di sekitar masjid Nabawi (Markaziyah), sementara di Mekkah lokasi pemondokan tidak lebih dari 1200 meter dari masjid haram, jika lebih jauh dari itu disediakan bis antar jemput yang siap melayani jamaah pergi ke masjid haram untuk melakukan shalat. Biaya pemondokan pun cukup memadai, dengan ditetapkan plafon sewa pemondokan sekitar 2000 riyal atau sekitar lima juta rupiah, yang merupakan tarif sewa pemondokan didekat masjid haram, jika jamaah memperoleh tempat pemondokan agak jauh dari lokasi masjid dengan tarif lebih murah, maka kelebihan uang sewa itu langsung dikembalikan kepada jamaah setibanya di Mekkah. Pemerintah juga membuat kebijakan baru dengan menyewa tujuh hotel berbintang di Jeddah untuk transit bagi jamaah yang akan pulang kembali ke tanah air. Jamaah tidak lagi transit di pemondokan haji Madinatul hujjaz, yang terletak 30 km dari bandara karena dinilai sudah tidak memadai lagi. Upaya peningkatan pelayanan ibadah itu didukung dengan petugas PPIH Arab Saudi yang berasal dari tanah air terdiri dari 306 petugas pelayanan kesehatan, 288 petugas pelayanan umum, 125 petugas pelayanan ibadah haji. Selain itu ada 31 petugas pengamanan, pembimbing jamaah udzur dan termasuk 38 pengemudi. Para petugas itu juga di bantu oleh sekitar 480 tenaga musiman (temus) yang direkrut pemerintah dari kalangan mahasiswa Indonesia yang tengah kuliah di negara timur tengah juga para warga negara indonesia yang bermukim di arab saudi dan negara sekitarnya. Pelayanan Kesehatan Selain masalah pemondokan, masalah yang tak kalah pentingnya adalah kesehatan jamaah. Seperti tahun-tahun sebelumnya jamaah calon haji Indonesia yang berjumlah sekitar 205 ribu orang, lebih dari separuhnya tergolong usia lanjut, yang rentan terhadap penyakit. Sementara perubahan suhu yang cukup drastis di Arab Saudi juga membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi jamaah Indonesia yang terbiasa dengan suhu tropis. Hal itu diakui oleh Dr Barita Sitompul Wakil ketua PPIH bidang kesehatan, bahwa perubahan suhu yang sekarang memasuki musim dingin ini sangat mempengaruhi kondisi fisik jamaah. Cuaca dingin terutama di Madinah bisa mencapai dibawah 10 derajat celcius, bahkan diperkirakan menjelang pelaksanaan wukuf bisa mencapai 8 derajat. Menurut catatan teknis urusan haji hingga tanggal 5 desember saja, penyakit saluran pernafasan menempati peringkat pertama yang banyak diderita oleh jamaah calon haji Indonesia di madinah yaitu sebanyak 404 orang. Sementara jamaah yang menderita penyakit jantung sebanyak 350 orang. Penyakit saluran pernafasan yang diderita oleh jamaah calon haji Indonesia selain karena factor penyakit bawaan dari tanah air juga disebabkan karena udara yang dingin di madinah. Dokter Barita mengimbau kepada jamaah calon haji Indonesia yang belum berangkat ke arab Saudi mempersiapkan diri untuk menghadapi musim dingin di arab Saudi terutama di madinah. Jamaah harus membawa baju hangat, sarung tangan serta kaos kaki bila keluar rumah. "Kalau perlu pakai baju hangat yang berlapis-lapis", saran dr Barita Sitompul. Kekuatan tim kesehatan PPHI sendiri didukung oleh 306 petugas medis termasuk dokter, perawat dan petugs medis lainnya dan ditambah dokter-dokter kloter yang ditempatkan di subsektor - subsektor pemondokan jamaah, untuk dapat lebuh mudah melayani jamaah. Di daerah kerja Madinah dan Mekkah juga terdapat Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) yang bisa melayani mengobatan jamaah hingga rawat inap. Jika penyakit yang mmebutuhkan layanan lebih intensif maka jamaah akan dirujuk ke rumah sakit setempat. Di tempat strategis di Arafah dan Mina nantinya juga akan ditempatkan petugas medis di posko-posko. Bahkan akan ada petugas medis bergerak (mobile) yang bergerak mengikuti alur jamaah, terutama ketika jamaah akan melakukan prosesi melontar jumrah yang merupakan salah satu titik rawan bagi jamaah. Sementara itu untuk lebih meningkatkan mutu layanan, pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Agama dan Departemen Kesehatan mengeluarkan dana mencapai Rp 11 milyar untuk membeli alat-alat kesehatan modern. Alat kesehatan tersebut akan dipergunakan untuk memperkecil resiko dan menolong jamaah Indonesia yang sakit. Salah satu alat yang dibeli adalah respirator atau alat bantu pernafasan seharga 30 Ribu USD atau hampir Rp 300 juta. Pembelian respirator tidak hanya satu, tapi juga disediakan untuk di ditempatkan di ambulan bagi pasien-pasien yang terpaksa harus dirujuk ke rumah sakit besar. Respirator baru tersebut menggunakan tenaga baterai dan pasien akan lebih terjamin keamanannya meski saat ambulan terjebak dalam lalulintas yang padat. Selain alat respirator, pemerintah juga menyediaan alat kesehatan baru untuk jamaah haji Indonesia seperti alat monitoring kesehatan lengkap, precursor atau alat yang memberikan tetesan sangat kecil untuk menakar dosis obat hingga ukuran mikrogram. Namun tentu saja hal yang penting adalah kesadaran dari jamaah sendiri untuk menjaga kondisi fisiknya, terutama bagaimana menghadapi musim dingin, dan bagaimana menjaga kondisi fisik hingga saat tibanya puncak pelaksanaan haji. Menurut dr Barita, ada tiga hal yang sangat penting diperhatikan oleh jamaah yang sudah datang di Saudi, yakni memperbanyak minum, dan makan buah-buahan dan yang penting agar jamaah tidak terlalu memaksa keluar pemondokan untuk belanja.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006