Probolinggo, (ANTARA News) - Rancangan Undang-undang (RUU) mengenai Lingkungan Hidup yang bakal disahkan pada tahun 2007 mendatang, sangat memungkinkan pejabat publik diseret ke pengadilan dalam peristiwa bencana alam. "Selagi tidak ada perubahan yang mendasar, pejabat publik dan kepala daerah sangat dimungkinkan bisa diseret ke pengadilan dalam setiap peristiwa bencana alam yang terjadi di daerahnya," kata anggota Tim Perumus RUU Lingkungan Hidup, Dr Suparto Wijoyo, di Probolinggo, Jawa Timur, Minggu (10/12). Ia berpendapat, selama ini institusi publik tidak pernah tersentuh kasus hukum yang berkenaan dengan masalah kerusakan lingkungan hidup di daerahnya. Padahal, lanjut dia, pejabat publik dan pemerintah daerah sangat menguasai kondisi lingkungan yang ada di daerahnya, sehingga apabila terjadi kerusakan yang dapat menyebabkan terjadinya bencana alam, maka merekalah yang seharusnya bertanggungjawab. Namun demikian, dia mengaku khawatir pasal-pasal yang mengatur sanksi hukum terhadap pejabat publik kandas saat menjelang pengesahan di DPR. "Bisa saja, para pejabat publik lobi-lobi dengan anggota legislatif agar pasal-pasal yang dapat mengancamnya dibatalkan. Ini yang sampai sekarang menjadi kekhawatiran kami," ujar Dosen Universitas Airlangga Surabaya yang ditemui usai memberikan pelatihan terhadap sejumlah wartawan di kawasan Gunung Bromo. Oleh sebab itu Suparto meminta semua elemen, terutama kalangan lembaga swadaya masyarakat dan organisasi massa yang peduli terhadap lingkungan hidup, untuk membantu melakukan pengawasan proses pengesahan undang-undang tersebut. Menurut dia, sejauh ini aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, menganggap kejahatan lingkungan merupakan delik aduan, sehingga tidak akan ada proses hukum sebelum ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. "Sementara LSM sendiri sering terkendala saat melakukan clash action, padahal selain itu mereka masih punya kesempatan mengajukan gugatan dalam bentuk lain," ujarnya menambahkan.(*)

Copyright © ANTARA 2006