Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta data tambahan terkait laporan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengenai kejanggalan Anggaran Belanja dan Penerimaan Daerah (APBD) DKI Jakarta periode 2012-2015.

"Hari Jumat (6/3) kemarin tim pengaduan masyarakat (dumas) KPK meminta data tambahan ke timnya Ahok. Sekaligus meminta keterangan tambahan," kata pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK Johan Budi melalui pesan singkat di Jakarta, Senin.

Pada Jumat (27/2), Basuki membawa bukti-bukti mengenai perbedaan ABPD yang diajukan dengan "e-budgeting" yang disepakati oleh pemerintah daerah ibukota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah periode 2012-2015. Pada APBD 2015 bahkan ada perbedaan hingga Rp12 triliun.

Laporan tersebut sudah masuk dalam tahapan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) di KPK.

"Terkait lanjutan dari laporan yang dilaporkan gubernur DKI,maka KPK di bagian pengaduan masyarakat telah melakukan penelaahan kemudian juga melakukan pengumpulan bahan keterangan termasuk di antaranya adalah hadir ke balai kota untuk meminta informasi tambahan yang berkaitan dengan hal telah dilaporkan itu," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta.

Pelaporan itu pun tidak sekadar pengadaan uninterruptible power supply (UPS) yaitu catu daya komputer senilai hingga Rp6 miliar.

"Bahwa yang dilaporkan itu, tidak hanya sekedar pada pengadaan UPS tapi adalah juga pengelolaan dan pemanfaatan anggaran secara keseluruhan dari tahun 2012-2014," ungkap Priharsa.

Selanjutnya, KPK akan melakukan pemanggilan keterangan.

"Bukan memanggil, tapi kita akan meminta keterangan tambahan karena tujuannya adalah untuk melengkapi informasi tambahan yang dianggap oleh tim penyidik masih dibutuhkan," jelas Priharsa.

Sehingga KPK belum dapat menyimpulkan tindakan korupsi yang dilaporkan oleh Ahok tersebut.

"Sampai saat ini masih belum ada kesimpulan apa itu sudah ada tindak pidana korupsinya atau belum, yang pasti KPK sedang menindaklanjuti laporan Gubernur DKI tersebut," tambah Priharsa.

Anggaran sebesar Rp12,1 triliun itu disebut-sebut sebagai "dana siluman" yang antara lain untuk membeli UPS di tiap kelurahan di Jakarta Barat. Pengadaan itu memakai anggaran sebanyak Rp4,2 miliar. Basuki pun tidak setuju dengan hal itu sehingga mengirimkan konsep APBD versi pemda ke ke Kemendagri

DPRD yang tidak terima APBD yang dikirim ke Kemendagri bukan hasil pembahasan, pun menggunakan hak angketnya pada Kamis (26/2). Anggota DPRD DKI Jakarta secara resmi mengajukan hak angket kepada Basuki.

DPRD akan membentuk tim investigasi untuk penyelidikan masalah tersebut.

Di sisi lain, Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polis Aji Indra menyatakan penyidik Polda Metro Jaya juga sedang meminta keterangan 49 kepala sekolah dan 49 perusahaan pemenang tender UPS.

Pemeriksaan terhadap kepala sekolah yang mendapatkan UPS itu akan dimulai pada hari ini. Salah satu dana siluman menunjukkan adanya pengadaan UPS di 49 sekolah hingga mencapai Rp5,8 miliar per sekolah.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015