Tobir, Belu, Nusa Tenggara Timur (ANTARA News) - Komandan Korem 161/Wirasakti, Kolonel Inf. Arief Rachman, meminta maaf kepada warga Kabupaten Belu dan Kota Atambua atas peristiwa bentrokan bersenjata yang terjadi di antara jajarannya dengan aparat Polres Belu, di Atambua, Minggu dinihari lalu (10/12). "Kami sebagai pimpinan meminta maaf sedalam-dalamnya kepada masyarakat atas peristiwa yang sebetulnya tidak boleh terjadi itu. Sebagai aparatur penjaga keamanan di sini, kami menyesalkan dan menyayangkan peristiwa itu," katanya kepada ANTARA News, di Markas Komando Batalion Infantri 744/Satya Yudha Wirasakti, di Desa Tobir, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin. Sejak peristiwa itu terjadi, ia menyatakan, langsung memerintahkan pengusutan tuntas segera dilaksanakan, agar motif, pelaku, dan pencegahannya guna menghindari aksi serupa. Dia juga telah berkoordinasi dengan jajaran Kepolisian Daerah NTT, agar latar belakang dan detil peristiwanya bisa segera diungkap. Saat ini, katanya, jajaran Detasemen Polisi Militer (Denpom) Kodam IX/Udayana dan intelijen sedang menyelidiki sekaligus menyidik pihak-pihak yang diduga terlibat dalam aksi yang menewaskan satu tamtama dari lingkungan batalion infantri, yaitu Prajurit Dua Andik Hidiharto. Langkah-langkah hukum itu dipimpin langsung oleh Komandan Detasemen POM Kodam Ix/Udayana, Kolonel CPM Purnomo. Komandan Batalion Infantri (Dan Yonif) 744, Letnan Kolonel Infantri Ferdinandus Ginting, sedang dimintai keterangannya oleh aparatur penegak hukum militer. Pada saat kejadian, dia bersama dengan wakilnya sedang cuti keluar pulau. Ginting sendiri langsung diperintahkan kembali ke markas dari tempat cutinya di Magelang, Jawa Tengah. Selain Ginting dan para perwira di batalion itu, para anggota yang diduga terlibat dalam aksi bentrokan bersenjata itu juga sedang disidik satu per satu oleh jajaran Polisi Militer TNI AD. Barang-barang bukti dan hasil olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) juga digelar untuk menyusun mosaik peristiwa itu. Kompleks militer yang terletak lebih kurang 10 kilometer dari Atambua itu kini lengang, tidak ada barisan tentara berlari-lari melatih jasmaninya atau kegiatan olah keprajuritan lain seperti biasanya. Penjagaan di pos-pos jaga juga dilakukan dalam status normal. "Percayalah, kami bekerja keras setiap hari kini untuk menuntaskan masalah ini. Siapa saja yang terlibat pasti diberi ganjaran sekeras-kerasnya. Bersama dengan mitra kami di kepolisian, peristiwa ini kami jadikan bahan introspeksi berharga ke dalam diri masing-masing agar jangan terulang lagi," kata Rachman. Dia menyatakan, antisipasi ke depan yang bisa dilakukan guna mencegah hal serupa terulang adalah dengan meningkatkan disiplin, pembinaan terhadap anggota TNI AD di seluruh wilayah kerjanya, sekaligus mempererat jalinan komunikasi dengan aparatur kepolisian di berbagai tingkatan. Satu hari setelah peristiwa itu, situasi kota Atambua kembali normal sekalipun masih ada sekelompok warga di sekitar kompleks Polres Belu yang masih memilih mengungsi karena khawatir terjadi aksi balasan mengingat satu orang anggota TNI AD tewas dan dua lainnya luka-luka. Pertokoan, pasar, kantor-kantor pemerintahan dan swasta, aktivitas di jalan-jalan juga sudah normal seperti sedia kala. Kalaupun ada yang agak janggal adalah keadaan di dalam kompleks Kantor Polres Belu, karena belum terlihat satu pun anggota polisi yang bertugas mengenakan seragam. Menanggapi hal-hal seperti itu, Rachman menyatakan, "Masyarakat tidak usah khawatir. Kembalilah beraktivitas seperti biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena berbagai langkah untuk meningkatkan konduktivitas keadaan selalu dikoordinasikan." Bupati Belu, Joachim Lopez, menyatakan, "Masyarakat tidak perlu cemas karena memang tidak ada yang perlu dicemaskan. Saya telah berkoordinasi dengan pihak TNI dan Polres serta meminta keterangan mereka. Ini kecelakaan." (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006