Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menjanjikan keseimbangan pasokan dan kebutuhan gas domestik, terutama untuk memenuhi kebutuhan gas industri yang terus meningkat saat ini dengan mengurangi ekspor. Hal itu terungkap dari diskusi khusus mengenai pentingnya penggunaan gas domestik yang dihadiri Dirjen Industri Agro dan Kimia (IAK) Deperin, Benny Wahyudi, Dirjen Migas Departemen ESDM, Luluk Sumiarso, dan Ketua Umum Asosiasi Industri Keramik Indonesia (Asaki), Ahmad Wijaya, di Jakarta, Senin malam. "Ke depan nanti paradigma sudah lain, sekarang kebutuhan gas (domestik) sudah tinggi, itu harus kita perhatikan," kata Dirjen Migas, Luluk Sumiarso, mengakui bahwa gas bumi seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk domestik. Ia mengatakan ekspor gas yang melimpah saat ini merupakan hasil kontrak 20-25 tahun yang lalu yang akan berakhir sekitar 2010-2012. Menurut dia, kontrak ekspor beberapa tahun lalu itu dilakukan karena saat itu industri belum berkembang pesat seperti sekarang, sehingga gas diekspor dan pendapatannya dimanfaatkan untuk membiayasi sektor lain. Namun, ia menegaskan, ke depan secara tegas UU Migas menyatakan bahwa ada keharusan bagian dari gas milik kontraktor sebesar 25 persen dipasok ke pasar domestik ("domestic market obligation"). Selain UUD 1945 sendiri juga menyebutkan kekayaan alam yang ada di Indonesia harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. "Jadi kita akan tingkatkan pasokan (gas), kita optimalkan penggunaan (gas) seperti misalnya di Kaltim gas untuk generator (listrik) dikonversi ke batubara untuk mengisi kekurangan gas tersebut," katanya. Menurut Luluk, banyak cadangan gas di Indonesia saat ini juga belum dieksplorasi, sehingga diharapkan cadangan gas bisa memenuhi kebutuhan jangka panjang gas domestik. Ditambahkan Dirjen IAK Deperin, Benny Wahyudi, pemerintah dikoordinatori pihak ESDM sedang membentuk forum pengguna dan produsen gas untuk membuat peta kebutuhan dan pasokan gas domestik dalam jangka panjang, sehingga tidak ada lagi kelangkaan gas di masa depan. Namun, ia juga mengakui tidak hanya koordinasi Departemen ESDM dan Deperin yang dibutuhkan dalam menghadapi masalah pasokan gas domestik, tapi juga Depkeu. "Ini tidak sesederhana antara Deperin dan ESDM, tapi juga masalah 'pricing policy' (kebijakan harga) Depkeu seperti apa. Itu yang kita lakukan koordinasi juga," kata Benny. Sebelumnya ia pernah mengungkapkan untuk meningkatkan daya saing industri nasional perlu ada kebijakan harga gas bumi bagi industri domestik yang bersaing, dengan pengurangan bagi hasil bagian pemerintah di luar pajak. Benny mengatakan jaminan pasokan gas untuk domestik tidak hanya akan meningkatkan kinerja industri di dalam negeri, tapi juga masuknya investasi. Seruan ASAKI Sedangkan Ketua Umum ASAKI, Ahmad Wijaya, mengharapkan pemerintah segera mengeluarkan solusi dan keputusan akhir mengenai pasokan gas domestik. "Kalau tidak industri bisa berbaris tutup lagi, multi efeknya akan ada PHK, dan lain-lain," katanya. Ia juga meminta bantuan pemerintah agar PGN jangan dulu ekspansif mencari pelanggan baru, sedangkan pasokan gas miliknya belum bertambah, sehingga gas untuk pelanggan lama akhirnya tersendat. Selain itu harga gasnya juga terus meningkat. Berdasarkan data Deperin kebutuhan gas untuk industri pada tahun 2005 mencapai 1.824 mmscfd, namun kebutuhan tersebut tidak semua terpenuhi, seperti industri pupuk yang kebutuhan gasnya paling besar mencapai 835 mmscfd hanya dipasok sekitar 570 mmscfd sehingga utilisasi industrinya hanya sekitar 70 persen. "Kurangnya pasokan gas sebagai sumber bahan baku dan energi menyebabkan industri menjadi tidak ekonomis dan efisien. Industri harus bergerak 100 persen, kalau industri tidak optimal tidak bisa memberi pajak, lapangan kerja, bahkan tidak bisa menarik investasi asing," kata Benny. (*)

Copyright © ANTARA 2006