Jakarta (ANTARA News) - Seorang nenek Kentjana Sutjiawan atau Hsieh Lie Ken (83) terancam dideportasi ke Tiongkok usai berseteru dengan dua anak kandungnya Edhi Sudjono Muliadi dan Suwito Muliadi lantaran rebutan beberapa bidang tanah.

"Dia (Edhi) mau matiin saya juga tidak apa-apa, saya pasrah padahal mereka anak kandung," kata Kentjana di Jakarta, Jumat.

Diketahui, Edhi merupakan anak pertama Kentjana, sedangkan Suwito sebagai putra kelima dari enam bersaudara.

Kentjana mengisahkan kedua putra kandungnya itu berniat memenjarakan, serta mendeportasi dengan melaporkan ibu kandungnya itu ke polisi dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Dengan bernada lirih menahan tangis, Kentjana bertutur seharusnya saat usia senja bisa menikmati sisa hidupnya dengan putra dan cucunya.

Namun justru saat ini Kentjana harus berhadapan dengan aparat hukum bahkan terancam meninggalkan keluarganya di Indonesia.

Kentjana mengungkapkan kedua anaknya itu diduga ingin menguasai tiga bidang tanah salah satunya bangunan Rumah Duka "Heaven" di Jakarta Utara seluar 2.000 meter persegi.

Edhi dan Suwito melakukan berbagai upaya untuk mendeportasi ibunya karena bukan Warga Negara Indonesia sehingga melepas aset tiga bidang tanah itu.

Bahkan kedua putra kandung itu mengadukan Kentjana sebagai warga negara ilegal ke Komisi III DPR RI.

Kentjana juga dituding memalsukan dokumen izin tinggal agar memiliki aset tanah di Indonesia.

Perempuan kehadiran 7 Mei 1932 itu menegaskan sebagai WNI bahkan ikut pemilihan umum (Pemilu) dan memiliki paspor sejak 1975, serta memiliki bukti kewarganegaraan Indonesia Nomor 527908/AL tertanggal 16 Maret 1962, surat pernyataan ganti nama nomor 144965/GN/DB/1968 tanggal 8 Januari 1968.

Selain itu, Kentjana juga memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk Kependudukan : 09.5204.4705320056 yang diterbitkan Pemerintah DKI Jakarta, Kotamadya Jakarta Barat, Tambora, serta Paspor atasnama Kentjana tanggal 29 Mei 1975 dan sudah diperpanjang beberapa kali.

Kentjana juga menunjukkan surat bukti kewarganegaraan Indonesia dari Kepala Urusan PGK/ Catatan Sipil, Departemen Dalam Negeri nomor 527908/AL tanggal 16 Maret 1962, dan surat pelepasan warga Tionghoa formulir III Nomor 2913/62 tanggal 25 Oktober 1961.

(T014/T007)

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015