Klaten (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR RI Aria Bima menyatakan, hingga saat ini budaya impor beras masih menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan pangan di tanah air. "Kelihatannya sampai 2009, budaya impor beras masih menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan pangan di Indonesia, baik pada saat itu kurang maupun surplus beras," katanya di Delanggu, Klaten, Jateng, Kamis malam. Ia mengatakan hal tersebut pada acara jaring aspirasi massa rakyat (asmara) Fraksi PDIP, DPRD Klaten bersama DPRD Jateng dan DPR RI. Menurut dia, pihaknya tidak terlalu optimistis bahwa persoalan kenaikan beras akhir-akhir ini bisa diselesaikan pemerintah tanpa impor beras. "Saya teriak keras soal penolakan beras impor, tetapi sekarang juga mau impor lagi," katanya. Sekarang beras naik, katanya, supaya bisa turun maka diadakan operasi pasar (OP) yang saat ini Bulog hanya memiliki stok satu juta ton beras. Ia mengatakan, sekarang dilakukan OP beras dengan beras Bulog, setelah OP beras Bulog habis maka akan dilakukan impor, mengapa tidak nyerap beras petani karena harganya di atas harga pokok pemerintah (HPP). DPR pada Mei 2006 telah meminta pemerintah untuk menaikkan HPP namun sampai sekarang tidak dinaikkan. HPP yang berlaku saat ini merupakan HPP Februari 2005, sebelum harga pupuk dan BBM naik. Kalau beras dijual Rp4.200-4.500/kg petani hanya balik pokok. "Ini yang saya lihat tidak ada keseriusan menyelesaikan persoalan yang dihadapi petani, kalau beras habis maka impor. Waktu harga pupuk naik dari Rp1.050 menjadi Rp1.200/kg kita sepakat supaya HPP dinaikkan, tetapi sampai sekarang belum naik," katanya. Ia mengatakan, sebenarnya kalau impor beras ditutup, petani bisa menghitung saat menanam padi, berapa nanti mau dijual, tetapi kalau impor tidak ditutup petani ragu-ragu mau menanam, jangan-jangan nanti waktu panen ada impor beras. "Jadi waktu petani panen, Bulog tidak bisa serap gabah petani karena harga di atas HPP, terpaksa Bulog untuk mengisi stok harus impor dan pada saat surplus maupun kurang beras kita juga impor, bagaimana ini," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006