... sebaiknya ada patokan atau batasan dalam menetapkan harga sehingga kami memiliki perkiraan yang lebih pasti dalam menetapkan anggaran...
Yogyakarta, 30/3 (Antara) - Ada efek kurang sedap di balik kebijakan pemerintah membiarkan fluktuasi harga BBM sesuai mekanisme pasar. Itu adalah kesulitan penyusunan anggaran bagi banyak pemerintahan daerah yang berujung penurunan kualitas pelayanan publik. 

"Salah satu kesulitan yang dihadapi adalah ada perbedaan harga barang dan jasa di anggaran dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan," kata Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, harga barang dan jasa akan ikut naik saat harga BBM, namun harga-harga tidak kembali turun saat harga BBM diturunkan.

Dia katakan, jika perbedaan antara harga barang dan jasa di anggaran dengan kondisi sebenarnya di lapangan terlalu jauh, maka pemerintah akan kesulitan melaksanakan aktivitas. Rentang perbedaan itu saja sudah bikin masalah ditambah lagi selang waktu perubahannya cepat, tiap sebentar bisa berubah!

Menurut dia, lebih baik pemerintah pusat hanya menetapkan harga batas atas dan bawah BBM sehingga pemerintah di daerah memiliki asumsi yang lebih pasti dalam menetapkan anggaran untuk suatu kegiatan.

"Harga BBM memang mengikuti harga minyak dunia, namun sebaiknya ada patokan atau batasan dalam menetapkan harga sehingga kami memiliki perkiraan yang lebih pasti dalam menetapkan anggaran," katanya.

Pemerintah menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi mulai Sabtu (28/3) sehingga harga premium menjadi Rp7.400 per liter dan solar Rp6.900 per liter. 

Walaupun kenaikan harga itu bisa dipersentase, namun pada aktivitas ekonomi keseharian masyarakat, sangat umum dilakukan pembulatan ke atas atas harga barang atau jasa. Efek psikologi masyarakat inilah yang kurang dikaji mendalam oleh pemerintah. 

Pewarta: Eka Rusqiyati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015