Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah terus mendalami kasus Pusaka Benjina Resources Group untuk mencegah agar peristiwa serupa tidak lagi terjadi.

"Isu sekarang ini dengan Benjina, dibentuk tim khusus tangani Benjina. Kita sudah saatnya menghentikan praktek illegal fishing, isu perbudakan dan ini menjadi bahan perbincangan internasional, sementara kita sudah ratifikasi konvensi ILO," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.

Menurut Susi, hasil temuan di lapangan saat ini status investasi dan pola operasi perusahaan, alur keuangan perusahaan terindikasi kuat langsung dari luar negeri, perusahaan hanya menjadi broker izin usaha perikanan.

Temuan lain adalah adanya pemalsuan dokumen kapal, unit pengolahan ikan tidak berfungsi dan hasil tangkapan tidak dilaporkan dengan benar. Dari hal tersebut Kementerian Kelautan dan Perikanan mengindikasikan juga ada kerugian negara.

Sementara itu untuk status ABK asing di Benjina berdasarkan temuan di lapangan mencakup 1.128 ABK asing masing-masing 746 warga negara Thailand, 316 warga negara Myanmar, 58 warga negara Kamboja dan 8 warga negara Laos.

Dari jumlah itu 322 diamankan di Tual yaitu 256 warga negara Myanmar, 58 warga negara Kamboja dan 8 warga negara Laos. Sisanya 746 warga negara Thailand dan 60 warga negara Myanmar masih di Benjina.

Dalam kesempatan itu Susi juga mengatakan belajar dari kasus Benjina maka perlu juga dipikirkan mengenai warga negara Indonesia yang menjadi anak buah kapal di sejumlah negara lainnya.

"Yang patut kita pikirkan ada berapa banyak pekerja Indonesia seperti itu. Seperti kasus di Benin ada juga di Angola. Kita tidak tahu bagaimana mereka," kata Susi.

Karena itu, menurut Susi, pihaknya akan terus melakukan berbagai langkah tidak hanya memastikan tidak adanya pencurian ikan namun juga memastikan kemajuan di sektor perikanan dan kelautan lainnya.

Pewarta: Panca Hari Prabowo
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015