Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi PDIP DPR , Ario Bimo, di Jakarta, Kamis, mensinyalir, kegiatan operasi pasar dan politik harga bahan pangan pokok rakyat ini, hanyalah manuver untuk memberi alasan kuat bagi legalisasi impor. "Khan sudah terbuka rahasianya, isu kebijakan impor beras ini muncul sejak adanya laporan oleh media Tanhnien News dan Kantor Berita Cina, Xinhua, bahwa sebanyak 250.000 ton beras akan masuk ke Indonesia pada kwartal pertama 2007," ungkap Ario Bimo yang juga Anggota Komisi VI DPR RI itu. Ario Bimo menilai, apa yang dilakukan pemerintah saat ini, antara lain melalui gelar operasi pasar dan kebijakan harga, merupakan sebuah cara pragmatis, malah terkesan cari gampang dalam mengatasi suatu masalah, di mana ujung-ujungnya pelaksanaan impor. Jika kebijakan impor beras ini terus berlanjut, demikian Ario Bimo, keadilan rakyat, khususnya petani akan kian terusik. "Sebab saya punya data, Jawa Tengah surplus 1,4 juta ton, Jawa Barat surplus 1,2 juta ton, Sulawesi juga surplus, begitu pula Lampung, NTB dan sejumlah daerah, walaupun diakui memang ada penurunan produksi beras di beberapa daerah lainnya," katanya. Terkait hal tersebut, menurut Ario Bimo, banyak pihak kini semakin curiga, sejumlah kebijakan sesaat saat ini, demi terealisasinya kebijakan impor beras. "Kebijakan pemerintah mengimpor beras adalah cara pragmatis sekaligus pembiaran pemerintah terhadap pemburu rente dengan kedok impor beras. Orang banyak sudah tahu, isu kebijakan impor beras muncul sejak media dan kantor berita China melaporkan akan masuknya 250.000 ton pada kwartal pertama 2007 dan kontrak ini sudah ditanda tangani pada bulan September 2006," katanya berulang-ulang. Mengenai kebijakan impor beras itu sendiri, Ario Bimo melihatnya sebagai rekayasa para pemburu rente lewat memainkan tata niaga beras nasional, sehingga terjadi kelangkaan untuk mendorong Bulog melakukan operasi pasar. "Selanjutnya, jika cadangan Bulog berkurang, kekurangan cadangan ini diisi dengan impor beras. Hal ini juga berkaitan dengan realitas, bahwa sampai sekarang pemerintah juga belum menaikkan HPP yang dipakai sebagai alasan Bulog untuk tidak bisa menyerap harga gabah petani," katanya. Ario Bimo melanjutkan, seharusnya pemerintah membuat langkah terobosan seperti pekan keprihatinan nasional dengan tidak makan nasi selama satu minggu bagi pejabat negara, tetapi untuk rakyat tidak perlu, karena sudah terlalu panjang penderitaannya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006