Bangkok (ANTARA News) - Bank Sentral Thailand (BoT) mengakui pihaknya telah meremehkan dampak kontrol devisa yang ketat pada pasar modal, yang terlihat dari rekor penurunan transaksi saham pekan lalu. "Kami hanya mengantisipasi dampak tertentu pada pasar (modal). Namun kami tidak mengira akan seperti ini," kata Gubernur BoT, Tarisa Watanagase, dalam wawancara dengan harian berbahasa Inggris Bangkok Post yang terbit Senin. Pasar modal Thailand melemah hingga 15 persen, penurunan dalam satu hari terbesar secara nilai dalam 31 tahun, pada Selasa pekan lalu akibat "panic selling" menyusul diterapkan ketentuan devisa baru untuk menekan melejitnya nilai baht Thailand. Penyusutan transaksi saham hingga hanya berkisar pada 23 juta dolar sehari memaksa Menteri Keuangan Pridiyathorn Devakula mencabut beberapa ketentuan tentang devisa yang baru saja diterapkan pada Selasa. "Pelajaran yang kami dapat adalah kepanikan pasar melebihi perkiraan kami, artinya mental investor jauh lebih kuat," kata Tarisa, wanita pertama yang memimpin bank sentral. "Kami harus lebih mempertimbangkan faktor psikologis investor," kata Tarisa, yang mulai menjabat Gubernur BoT pada Oktober setelah Pridiyathorn memutuskan untuk menjadi Menteri Keuangan pemerintahan militer tersebut. Setelah terperosok pada Selasa, pasar modal mengalami "rebound" dan nilai baht Thailand telah kembali menurun pada level 36,00 per dolar AS dari rekor tertinggi dalam sembilan tahun 35,12, Senin lalu. Namun analis mengatakan langkah mundur tersebut telah menghancurkan reputasi Thailand sebagai pasar keuangan regional utama dan membuat investor asing, yang mendominasi 40 persen pasar Thailand, menjadi skeptis atas kebijakan ekonomi pemerintah. Tarisa sendiri bersikeras dengan kebijakan kontrol devisa tersebut dan menggambarkan Thailand sebagai korban spekulan global. "Baht bergerak hanya pada satu arah, walaupun mata uang lain berfluktuasi naik dan turun. Jika kita tidak memecahkan momentum itu, kita tidak akan tahu pada level berapa penguatan baht akan terhenti," kata Tarisa, seperti diberitakan AFP. Baht telah menguat 15 persen terhadap dolar AS sejak awal tahun ini dan aliran modal masuk ke Thailand melonjak rata-rata mencapai 950 juta dolar per pekan pada awal Desember dari rata-rata 300 juta dolar AS pada November. "China, Hongkong, dan Singapura tidak memberi kesempatan pada spekulasi" karena mata uang mereka dipatok pada kisaran sempit, katanya. "Target mereka adalah ekonomi yang kecil dan terbuka seperti Thailand, Indonesia, dan Filipina," jelasnya. Tarisa mengatakan bank sentral kini belum berencana mengeluarkan ketentuan untuk mengontrol devisa lagi dan memperkirakan investor asing akan segera kembali ke Thailand. "Sekarang Thailand tetap akan menjadi pasar yang menarik, meski masih belum nyaman. Kami akan terus menyambut investor jangka panjang," katanya. "Namun jika investasi jangka pendek, harap dimaklumi. Sekarang ekonomi kita tidak mampu mengantisipasi aliran modal seperti ini," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006