Muara Sipongi (ANTARA News) - Bencana banjir bandang diikuti tanah longsor di Kelurahan Desa Pasar, Kecamatan Muara Sipongi, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, pada awalnya ditandai keringnya sungai. "Dua hari sebelum bencana terjadi, sungai yang hulunya di puncak bukit itu tiba-tiba kering, namun warga tidak curiga, apalagi masih diliputi kecemasan atas terjadinya gempa bumi beberapa hari sebelumnya," kata warga yang selamat dari bencana itu di Muara Sipongi, Selasa. Setelah banjir bandang dan tanah longsor terjadi, Minggu malam, baru warga menyadari kalau keringnya air sungai ternyata masuk ke dalam rengkahan-rengkahan permukaan tanah di atas Bukit Manorah. Rengkahan-rengkahan tanah tersebut terjadi akibat gempa bumi berkekuatan 5,7 skala richter (SR) yang mengguncang Madina dan menyebabkan empat korban tewas serta ratusan rumah warga rusak. Setelah gempa berlalu, rengkahan-rengkahan makin membesar dan diisi oleh air serta menyebabkan sungai kering, katanya. Selain itu, gempa-gempa susulan terus terjadi meski kekuatannya makin berkurang, namun rengkahan tanah bukit terus menganga dan diisi air. Hujan deras juga terus terjadi sehingga debet air yang masuk rengkahan tanah semakin banyak. Hingga akhirnya, Minggu (24/12) malam, saat hujan deras terus turun lalu kembali terjadi gempa, rengkahan-rengkahan tanah itu tidak mampu lagi menampung air dan jebol menyebabkan terjadinya banjir bandang diikuti tanah longsor. "Jadi yang pertama `menyerbu` pemukiman warga adalah air bah, baru diikuti longsoran tanah," ujar warga tersebut. Air bah keruh dan longsoran tanah lalu menghantam dan menimbun sekitar 25 rumah warga dan sebuah mushola serta menyebabkan 26 warga dilaporkan hilang yang hingga Selasa, baru berhasil ditemukan 22 jasad korban tewas.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006