Biak (ANTARA News) - Sebanyak 12 nelayan asal Indonesia yang bekerja pada perusahan ikan Taiwan Sanka Bussan di Port Moresby, Papua Nugini (PNG) minta dipulangkan ke tanah air karena dipekerjakan tak sesuai dengan keahlian mereka. Juru bicara nelayan Indonesia Herman (24) di Biak, Selasa, mengatakan, selama enam bulan bekerja di PNG bukan kesenangan yang didapati tetapi bentuk intimidasi serta siksaan dilakukan Satpam perusahaan kepada mereka. Ia menyebutkan, sebelum bekerja di PNG, 12 nelayan ikan asal Tegal dijanjikan dengan gaji menggiurkian serta dipekerjakan sesuai dengan keahlian dimiliki. "Janji perusahan tak sesuai dengan kenyataan di lapangan, kami diperkerjakan secara serampangan, ya sebagian besar kami masih trauma," katanya. Herman mengatakan, sebelum bekerja di PNG mereka diberangkatkan dari Bali, melalui agent jasa penyalur tenaga kerja tertentu. "Dari Bali kami berlayar dengan kapal menuju PNG memakan waktu sekitar 20 hari," kata Herman. Herman mengakui, sebelum pihak perusahaan membolehkan pekerja Indonesia pulang ke Indonesia, sebagian besar pekerja dipanggil ke kantor Polisi setempat untuk diintrogasi bersama security (Satpam) perusahaan. "Ya intinya mereka marah-marah karena kami ingin pulang," ujarnya. Ia menyatakan, setelah terjadi kesepakatan dengan pihak perusahaan maka 12 nelayan Indonesia dibolehkan pulang ke Indonesia dengan diberikan fasilitas biaya transportasi. Selama 12 nelayan Indonesia menghadapi masalah dengan perusahaan ikan di PNG, menurut Herman, mereka ditampung di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Port Moresby, PNG. "Pihak KBRI sangat banyak membantu kami selama menghadapi persoalan dengan majikannya, ya kasus ini menjadi pelajaran yang sangat berharga," ungkapnya. Herman mengimbau, nelayan Indonesia yang akan bekerja dengan perusahaan ikan Taiwan diminta berhati-hati sebab jika tidak akan mengalami nasib yang sama dengan mereka. "Pekerja Indonesia yang akan bekerja di kapal penangkap ikan Taiwan perlu ekstra hati-hatilah," ungkap beberapa nelayan asal Tegal yang pulang melalui Surabaya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006