Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia telah menyetujui penggunaan energi nuklir untuk pembangkit listrik dan akan segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perizinan Reaktor Nuklir No.43/2006, kata Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) Sukarman Aminjoyo di Jakarta, Jumat. "Ini baru disampaikan secara lisan oleh pihak Setneg tetapi sebentar lagi akan diterbitkan oleh Setneg," katanya melalui telepon kepada ANTARA News. Dengan PP tersebut, lanjut dia, berarti pemerintah telah memberi "lampu hijau" bagi pembangunan reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada 2010 di Semenanjung Muria dan mulai beroperasi 2017 dengan kapasitas pada tahap awal 1.000 MW. Sebelumnya, Deputi Pengembangan Teknologi dan Energi Nuklir BATAN, Adiwardoyo mengatakan, hingga saat ini Indonesia yang telah mendirikan badan tenaga nuklir sejak 1958, sudah menandatangani atau meratifikasi 11 Konvensi, Traktat atau Protokol berkaitan nuklir. Soal pilihan tapak PLTN, kata Adi, telah dikaji sejak 1975 dari 14 lokasi potensial di Pulau Jawa, namun Jepara unggul karena selain dekat dengan laut sebagai daya dukung dalam proses pendinginan, juga karena kondisi tanah Jepara stabil dan jauh dari gunung berapi. Sedangkan soal biaya investasi untuk pembangunan PLTN, diakui Kepala BATAN Prof. Soedyartomo Soentono, PhD., memang cukup besar berkisar antara 1.350 dolar AS -1.750 dolar AS per kilowatt atau diperkirakan mencapai Rp75 triliun untuk total keempat Proyek Muria berkapasitas masing-masing 1.000 MW itu. Namun demikian jika dihitung hingga habis masa kelayakan reaktornya (60 tahun) harga listrik dari PLTN Muria di Ujung Lemah Abang, Kabupaten Jepara, nanti hanya berkisar 3,5-4,5 sen dolar AS per kWh, lebih murah daripada harga listrik sekarang mencapai tujuh sen dolar AS per kWh. Disebutkan pula kebutuhan listrik pada 2025 diprediksi mencapai 100 gigawatt, sementara saat ini baru tersedia sekitar 34 gigawatt. Padahal estimasi kandungan untuk minyak diperkirakan hanya mencapai 18 tahun, sedangkan untuk cadangan produksi gas diperkirakan 61 tahun dan batubara 147 tahun.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006