Jakarta (ANTARA News) - Kadiv Hukum Mabes Polri Brigjen Pol Ricky H.P. Sitohang dalam sidang praperadilan Novel Baswedan menuding penyidik KPK tersebut telah memelintir Pasal 19 ayat 1 KUHAP berkaitan dengan dalil permohonannya yang menyebutkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan penyidik Bareskrim Polri telah kedaluwarsa.

Jika memperhatikan ketentuan Pasal 1 angka 20 KUHAP, tuturnya, maka diketahui bahwa ketentuan periode waktu satu hari yang diatur dalam Pasal 19 ayat 1 KUHAP tersebut adalah periode lamanya seseorang dikekang kebebasannya guna proses penyidikan di dalam masa penangkapan, bukan mengatur mengenai lamanya masa atau periode berlakunya suatu surat perintah penangkapan.

"Selain itu, dalam peraturan perundang-undangan lain juga tidak ada pengaturan mengenai jangka waktu atau masa berlaku dari surat perintah penangkapan," ujar Ricky saat membacakan jawaban atas permohonan praperadilan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

Terkait dengan surat perintah penangkapan tertanggal 24 April 2015 yang dinilai sudah kedaluwarsa untuk digunakan sebagai dasar penangkapan Novel pada 1 Mei 2015, Ricky menjelaskan bahwa surat perintah yang dikeluarkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri itu berlaku sejak surat itu diterbitkan pada 24 April 2014 hingga proses penangkapan selesai dilaksanakan, sehingga bukan hanya berlaku satu hari saja atau sampai 25 April 2015.

"Bahwa ketentuan masa penangkapan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 KUHAP yang sebenarnya mengatur periode berlakunya surat perintah penangkapan tentunya sudah sangat dipahami oleh pemohon selaku penyidik KPK yang sebelumnya juga pernah menjadi penyidik Polri, oleh karena itu sangat disayangkan jika dalam perkara ini pemohon telah berusaha memelintir atau membelokkan arti dan makna dari pengaturan dalam pasal tersebut," kata Ricky.

Tim kuasa hukum Novel Baswedan dalam permohonan praperadilannya menyebut bahwa Surat Perintah Penangkapan tertanggal 24 April 2015 yang dijadikan dasar penangkapan Novel pada 1 Mei 2015 oleh penyidik Bareskrim Polri sudah kedaluwarsa.

Salah satu kuasa hukum Novel, Julius Ibrani, menjelaskan bahwa surat perintah penangkapan Novel dengan nomor: SP.KAP/19/IV/2015 DITTIPIDUM yang dikeluarkan pada tanggal 24 April 2014 dapat dilakukan untuk paling lama satu hari atau hanya berlaku paling lama sampai tanggal 25 April 2015.

"Oleh karenanya penangkapan yang dilakukan terhadap Novel Baswedan pada tanggal 1 Mei 2015 tidak didasari oleh surat perintah yang sah dan mengakibatkan penangkapan tersebut menjadi tidak sah," kata Julius saat membacakan permohonan praperadilan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/5).

Dia menjelaskan bahwa upaya penangkapan pada dasarnya dilakukan untuk kepentingan penyidikan seperti diatur dalam Pasal 16 ayat 2 KUHAP, dan sejalan dengan diktum ke-1 surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (DITTIPIDUM) Mabes Polri itu yang diantaranya memerintahkan untuk melakukan penangkapan dan disertai perintah untuk membawa Novel ke kantor polisi demi keperluan pemeriksaan.

"Pada kenyataannya tidak ada penangkapan yang dilakukan pada 24 April 2015. Justru penangkapan dilakukan pada 1 Mei 2015 sehingga penggunaan surat perintah penangkapan tidak lagi sesuai dengan tujuan awal dikeluarkannya surat perintah penangkapann tersebut yaitu untuk segera dilakukan penangkapan," tuturnya.

Karena menilai adanya kesalahan prosedur dalam penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik Bareskrim atas kliennya, maka kuasa hukum Novel Baswedan meminta hakim praperadilan memutuskan tidak sah penangkapan berdasarkan surat perintah penangkapan tertanggal 24 April 2015 dan penahanan berdasarkan surat perintah penahanan tertanggal 1 Mei 2015.

Proses hukum terhadap Novel dimulai sejak Jumat (1/5) pagi yaitu sekitar pukul 00.30 WIB Novel dijemput paksa oleh penyidik Bareskrim Polri untuk dibawa ke Bareskrim.

Dalam perkara ini, Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat 2 KUHP dan atau pasal 422 KUHP jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.

Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan terhadap enam pelaku pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Penembakan tersebut diyakini menjadi penyebab utama tewasnya salah satu pelaku yaitu Mulyan Johani alias Aan.

Novel yang saat itu berpangkat Inspektur Satu (Iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.

Pewarta: Yashinta Difa P
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015