Jakarta, 3 Januari 2007 (ANTARA) - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN-Perubahan 2006 sejak awal didisain untuk menyeimbangkan antara keberlanjutan konsolidasi fiskal (Fiscal Sustainability) dan mendorong pertumbuhan ekonomi (Fiscal Stimulus). Realisasi APBN-P 2006 yang telah ditutup bukunya pada tanggal 29 Dersember pada pukul 24:00 membuktikan adanya konsistensi terhadap desain awal tersebut. Berdasarkan pehitungan akhir tahun tersebut, realisasi APBN-P 2006 tercatat defisit sekitar 1,0% dari PDB di bawah sasaran APBN-P 1,3% dari PDB. Penurunan besaran defisit tersebut masih dalam kecenderungan konsolidasi fiskal jangka menengah. Realisasi Pendapatan Negara mencapai sebesar Rp. 637,8 triliun dan Belanja Negara adalah Rp. 669,9 triliun, sehingga membukukan defisit sebesar Rp. 32,1 triliun, lebih rendah dibandingkan Rp. 40 triliun dalam APBN-P (lihat tabel 1 di bawah ini). Tabel 1. APBN-P 2006: Rencana dan Realisasi (Triliun Rp)
 APBN-P RencanaAPBN-P

Realisasi

%
 (1)(2)(2)/(1)
PENDAPATAN659.1637.896.8
     Perpajakan425.1409.096.2
     PNBP229.8226.998.7
BELANJA699.1669.995.8
     Pusat478.2443.592.7
     a/l     Barang56.046.983.8
              Modal69.859.685.4
              Subsidi107.6107.599.9
              Bunga Utang82.578.995.7
     Daerah220.9226.4102.5
DEFISIT(40.0)(32.1)80.2
% PDB(1.3)(1.0) 
PEMBIAYAAN40.032.781.8
     Dalam Negeri55.352.294.5
     Luar Negeri(15.3)(19.5)127.9
Sumber: Departemen Keuangan RI, 2006 3. Pencapaian Penerimaan Negara secara umum sedikit berada dibawah sasaran APBN-P atau secara agregat sekitar 97%, dengan rincian Penerimaan Perpajakan 96% dan PNBP 99% (lihat grafik berikut). Rasio perpajakan (tax ratio) adalah sebesar 13,3% dari PDB. Lebih rendahnya rasio penerimaan perpajakan dibandingkan dengan target APBN-P (13,6%), antara lain disebabkan oleh perlambatan kegiatan ekonomi di sektor-sektor tertentu, penurunan Impor Barang Modal, dan transaksi di sektor perumahan yang menyebabkan beberapa jenis pajak, yakni PPh Non-Migas, PPN Impor, Bea Masuk dan BPHTB terkena dampaknya. Penerimaan PNBP mencapai sasaran meskpun lifting minyak di bawah asumsi dan apresiasi nilai tukar rupiah membawa konsekuensi penurunan PNBP yang berasal dari Migas. Sementara itu, realisasi PNBP non-migas, khususnya PNBP SDA Non-Migas dan dividen BUMN melebihi sasaran. 4. Realisasi Belanja Negara, terutama Belanja Pemerintah Pusat menunjukkan peningkatan kinerja yang sangat signifikan. Alokasi Belanja Modal Pemerintah Pusat mencapai realisasi yang tinggi, yakni 85% dari APBN-P (dibandingkan dengan tahun 2005 60%) membuktikan adanya perbaikan signifikan dari daya serap anggaran. Sementara itu, realisasi belanja barang sekitar 84% mengkonfirmasi akan adanya efisiensi dalam belanja pengadaan barang dan jasa pemerintah (lihat grafik berikut). Belanja modal pemerintah pusat dalam rupiah yang dilakukan oleh Kementrian dan Lembaga Pemerintah hampir seluruhnya terserap, sementara yang dibiayai dari PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri) adalah 77%, meskipun belum optimal, juga menunjukkan kinerja baik yang pernah dicapai dalam beberapa tahun terakhir. Besarnya alokasi dan kualitas belanja modal dan barang pemerintah pusat akan terefleksi sebagai salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal IV tahun 2006. 5. Realisasi pembiayaan defisit dalam APBN-P 2006 menunjukkan suatu pencapaian yang lebih baik dari sasaran dalam APBN-P (lihat tabel 2 di bawah). Dengan besaran realisasi defisit Rp. 7,9 triliun lebih rendah dari APBN-P dan penerbitan SUN (Surat Utang Negara), setoran PPA serta dukungan dari pinjaman program yang memenuhi sasaran, maka APBN-P 2006 dapat menghemat penggunaan dana rekening pemerintah (atau Perbankan Dalam Negeri) sekitar Rp. 2,6 triliun rupiah. Sementara itu, dukungan kepada penyehatan beberapa BUMN melalui PMN (Penanaman Modal Negara) dan pembiayaan infrastruktur melalui PPP (Public-Private-Partnership) dapat dioptimalkan. Hampir seluruh hasil dari privatisasi PGN dipergunakan untuk tambahan alokasi PMN bagi penyehatan 13 BUMN, dan untuk dukungan pembangunan infrastruktur dalam rangka PPP telah disisihkan dana sebesar Rp.2 trilyun. Keputusan untuk mengalokasikan hampir seluruh dana privatisasi untuk PMN tesebut dan bukan semata-mata untuk menambal defisit APBN menunjukkan komitmen tinggi Pemerintah terhadap masalah BUMN yang langsung bersentuhan dengan pelayanan jasa kepada publik. Tabel 2. Pembiayaan APBN-P 2006 (Triliun Rupiah)

APBN-P

Rencana

(1)

APBN-P

Realisasi

(2)

Selisih

(2)-(1)

DEFISIT/PEMBIAYAAN40.0 32.1-7.9
Dalam Negeri
Rekening Pemerintah17.915.3-2.6
Privatisasi Neto1.00.4-0.6
           (PMN) (-)2.22.0-0.2
PPA2.62.7+0.1
SUN Neto35.835.9+0.1
Dukungan Infrastruktur (-)2.02.0-
Luar Negeri
Penarikan Pinjaman (-) 37.633.2-4.4
Cicilan Pokok Utang (-)52.852.7-0.1
Sumber: Departemen Keuangan, 2006 Menteri Keuangan menyatakan "Realisasi APBN-P 2006 menunjukkan konsistensi pelaksanaan kebijakan fiskal antara kebutuhan untuk menggerakkan perekonomian dan menjaga proses konsolidasi. Defisit tetap terjaga dalam kecenderungan menurun. Pencapaian penerimaan cukup wajar meskipun perekonomian sedikit menurun. Daya serap belanja branag dan modal meningkat pesat, sekitar 85%. Belanja modal tersebut akan menyumbangkan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir tahun 2006. Pemerintah akan menjaga terus momentum pergerakan ekonomi dengan melanjutkan berbagai reformasi kebijakan perbaikan iklim investasi, termasuk dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2007 mengenai Insentif Perpajakan bagi Investasi yang berlaku mulai 1 Januari 2007. Kebijakan fiskal yang terukur dan terarah pada upaya menggerakkan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan dikombinasikan dengan kebijakan struktural perbaikan iklim investasi pada akhirnya ditujukkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan." Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Biro Humas Departemen Keuangan RI, Telp: (021) 384-6663, Fax: (021) 384-5724

Copyright © ANTARA 2007