Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menilai pemilihan Letjen TNI (Purn) Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) tidak lebih dari sekadar bagi-bagi kursi jabatan oleh Presiden Joko Widodo kepada para pendukungnya.

"Pemilihan Sutiyoso juga menunjukkan kebingungan Jokowi untuk menentukan siapa orang yang tepat dan yang paling penting loyal dan tidak berbahaya baginya," kata Bonar di Jakarta, Rabu.

Bonar mengatakan intelijen ibarat telinga dan mata bagi pemerintahan. Oleh karena itu, pemilihan Sutiyoso sebagai Kepala BIN menimbulkan pertanyaan, apakah tidak ada figur lain yang lebih muda dan memiliki kapasitas, sambung dia.

Menurut Bonar, Sutiyoso memang memiliki latarbelakang militer dan mungkin ada pengalaman intelijen, namun menurut dia Presiden Jokowi akan membuat tradisi baru bila memilih figur sipil yang memiliki pengetahuan keamanan dan pertahanan, sebagai Kepala BIN.

"Pemilihan Sutiyoso juga menjadi tradisi baru, pertama kalinya seorang ketua umum partai yang tidak memiliki satu kursi pun di DPR diangkat menjadi pejabat pemerintahan," kata dia.

Terkait isu pelanggaran HAM yang dikaitkan kepada Sutiyoso, Bonar mengatakan Sutiyoso bila menjadi Kepala BIN harus membuktikan dengan bekerja sama dengan Komisi Nasional HAM bahwa dia tidak terlibat dalam pelanggaran hak sipil dan politik.

"Dia juga harus terbuka pada kasus lainnya seperti saat menjelang pergantian kekuasaan Soeharto mengingat posisinya pada waktu itu sebagai Pangdam Jaya," katanya.

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015