Padang (ANTARA News) - Selepas shalat subuh Yeni bergegas menuju ke Pasar Bandar Buat di Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, yang berjarak sekitar tiga kilometer dari rumahnya.

Dia hendak membeli daging sapi untuk marandang atau membuat rendang, menu istimewa keluarganya menyambut hari pertama bulan Ramadhan 1436 Hijriyah, Kamis.

Setiba di pasar, Yeni bergabung dengan para ibu yang sudah mengantre untuk membeli daging sapi segar.

"Kamarilah buk ko masih segar bantainyo ha!" (Ayo kesini ibu-ibu daging sapinya masih segar). Demikian sang penjual berteriak sambil terus melayani pembeli.

Harga daging sapi yang naik dari Rp100 ribu menjadi Rp110 ribu per kilogram tidak menyurutkan para ibu membeli daging sapi untuk memasak rendang.

"Ada yang kurang jika puasa pertama tidak ada rendang di meja makan untuk santap sahur dan berbuka," kata Yeni.

"Biarlah sedikit mahal asal ada," tambah Yeni.

"Ini sebagai wujud syukur dan kebahagian menyambut hari baik, bulan baik."

Usai membeli daging sapi, Yeni kemudian berbelanja bumbu untuk memasak rendang, mulai dari kelapa, cabai giling, bawang merah, bawang putih, kemiri, hingga jahe.

Setiba di rumah dia langsung mulai memasak rendang. Memeras parutan kelapa menjadi santan yang kemudian dimasak dalam kuali dengan api kecil sambil terus diaduk. Bumbu yang telah digiling halus perlahan dia tuangkan ke kuali. Tangannya tak henti mengaduk campuran santan dan bumbu dalam kuali.

Perlahan aroma harum masakan mulai memenuhi ruangan dapur sederhana rumahnya. Dengan telaten ia terus mengaduk hingga dua jam berlalu dan santan berubah warna menjadi kecoklatan.

Yeni kemudian mulai memasukan potongan daging sapi berukuran sekepalan tangan sembari terus mengaduk sampai daging matang dan kuahnya mengental, dan melanjutkan mengaduk sampai daging berwarna coklat kehitaman.

Seperti Yeni, Leni yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai negeri juga sengaja izin pulang cepat supaya bisa berbelanja ke pasar untuk memasak rendang.

"Menyambut puasa pertama saya selalu memasak rendang, agar makan sahur lebih enak, anak-anak juga suka," kata dia.

Sementara Evi tak lupa mengirimkan paket rendang untuk anaknya yang kuliah di Institut Teknologi Bandung.

"Ini sudah rutin, setiap awal Ramadhan anak saya selalu dikirim rendang, biar pun hari pertama puasa tidak bersama, ia bisa makan rendang di rantau," ujar dia.

Pemilik usaha Rendang Minang Culinary Dian Anugerah mengatakan menjelang Ramadhan permintaan rendang naik drastis.

"Di luar Ramadhan rata-rata sebulan hanya 60 kilogram terjual, saat Ramadhan bisa mencapai 250 kilogram," ujar dia.

Dian mengatakan permintaan meningkat karena masyarakat Padang punya tradisi menyajikan rendang saat sahur dan buka puasa.

Ia menjual satu kilogram rendang dengan harga Rp325 ribu dan jika harga bahan-bahan naik akan disesuaikan hingga 10 persen.

"Biasanya seminggu menjelang Ramadhan permintaan sudah banyak dan ditutup sepekan jelang Lebaran," kata dia.

Dian juga berbagi rahasia kelezatan rendang, yaitu bahwa memasak dengan api kecil dalam waktu lama membuat daging matang sempurna dan bumbu benar-benar meresap.

"Ketika rendang dimasak dengan api kecil terjadi proses karamelisasi, minyak santan akan keluar, bumbu meresap dan daging matang dengan sempurna sehingga diperoleh sensasi perpaduan rasa bumbu dan daging yang lembut dan spicy," kata dia.

Ia mengatakan saat ini banyak rendang yang dimasak dengan cepat, hanya dalam empat jam sudah selesai. Rendang-rendang seperti itu menurut dia rasanya berbeda dengan rendang yang dimasak dengan api kecil dalam waktu lama.

Selain rasanya lebih enak, ia mengatakan, rendang yang dimasak dalam waktu lama dengan api kecil juga tahan lama.


Pewarta: Ikhwan wahyudi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015