Jakarta (ANTARA News) - Pengamat perminyakan, Kurtubi, menilai Pertamina perlu membangun depot baru yang memiliki fasilitas dan kapasitas lebih besar agar perusahaan minyak negara itu tak mengalami krisis pasokan BBM akibat masalah pengiriman. "Mungkin sudah belasan tahun Pertamina tidak membangun depot baru. Jadi adanya depot yang mengalami krisis stok BBM tetap menjadi tanggung jawab Pertamina, jangan menyalahkan faktor lain, misalnya gangguan cuaca," katanya di Jakarta, Minggu menanggapi tentang 377 depot Pertamina mengalami krisis penyediaan BBM bersubsidi selama 2006. Menurut dia, sebelum Pertamina membangun depot baru, mereka harus mampu memilih lokasi yang jalur transportasi airnya tidak akan mengalami pendangkalan bila memasuki musim kemarau. "Hal itu kan sudah terjadi berulang-ulang dan salah satu kelemahan lainnya Pertamina saat ini adalah fasilitas depotnya sendiri sudah sangat tua dan kapasitasnya sangat rendah," kata Direktur Eksekutif dan Ketua Center for Petroleum & Energy Economic Studies itu. Ia mengatakan Pertamina harus berorientasi sama dengan negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa, di mana mereka menerapkan mekanisme "Strategic Petroleum Reserve" (SPR). Dengan SPR itu, kata Kurtubi, depot-depot yang ada di negara-negara itu memiliki kapasitas untuk menyimpan BBM untuk empat bulan. "Jadi dengan stok selama empat bulan itu, maka Pertamina tidak akan mengalami krisis stok BBM lagi," katanya. Ia mengatakan dengan memiliki depot berkapasitas besar, maka Pertamina bisa menghemat biaya pengiriman, karena bisa menggunakan kapal tanker yang lebih besar pula untuk proses pengiriman BBM. "Jadi kapal tidak perlu bolak-balik, karena selama ini selalu begitu akhirnya menaikkan biaya transportasi. Jika terjadi gangguan pengiriman akibat cuaca pun tidak akan terjadi krisis penyediaan BBM. Jika Pertamina tidak menambah jumlah depotnya dengan fasilitas dan kapasitas yang lebih besar maka krisis penyediaan BBM akan terus terjadi," katanya. Sebelumnya, Kepala Divisi BBM Pertamina, Djaelani Sutomo, menyatakan sebanyak 377 depot Pertamina mengalami krisis penyediaan BBM bersubsidi selama 2006. Dari jumlah itu, tiga di antaranya mengalami kekurangan stok terparah, yaitu Depot Sintang 40 kali, Pangkalan Bun 30 kali dan Kota Baru 25 kali, katanya dalam pemaparan kondisi distribusi BBM nasional kepada Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dan Meneg BUMN Sugiharto saat keduanya meninjau kesiapan pasokan BBM di Pertamina Plumpang Jakarta Utara, Minggu malam. Djaelani mengemukakan ketiga depot BBM di Kalimantan tersebut mengalami krisis stok terparah akibat terjadinya pendangkalan sungai saat musim kemarau lalu, sehingga menghambat transportasi sungai. "Akibatnya distribusi BBM dari terminal di Kota Baru, Kalimantan Selatan, ke depot-depot tersebut menjadi terhambat pula," katanya. Ia mengakui kondisi kritis stok BBM memang sering terjadi selama periode Juni-Agustus 2006, dimana saat itu adalah puncak musim kemarau 2006 yang periodenya cukup panjang. Agar krisis BBM tidak terulang lagi di tahun 2007, menurut Djaelani, Pertamina sudah menyiapkan beberapa upaya. Di antaranya menambah jumlah tanker penyimpanan BBM (floating storage) seperti yang ada di Kota Baru dan Camplong, Madura, serta pembangunan terminal utama BBM di Balongan dan Cikampek. Pertamina menargetkan pada 2007 jumlah depot kritis dapat terus ditekan seminimal mungkin. "Diharapkan jumlah depot kritis pada 2007 bisa ditekan hingga rata-rata hanya dua depot per bulan," demikian kata Djaelani. (*)

Copyright © ANTARA 2007